Menurut
Ibnu AlJauzy didlm kitab Daf`u Syubhatu AlTasybih, kesalahan kelompok
musyabihhah mujassimah wahabi salafy dlm memahami sifat khabariyah. Seperti tentang istiwa. disebabkan karena.
1. Mereka menamakan khabar-khabar dgn khabar sifat, padahal realitanya hanyalah sebagai idhafat (penyandaran). Secara kaidah dijelaskan bahwa tidak semua idhafah bermakna sifat. Perhatikanlah Allah berfirman :
ونفخت فيه من روحى
“Aku meniupkan kepadanya ruhKu”
Di sini jelas bahwa ada idhafah Allah dgn ruh. Akan tetapi tidak ada yg mengatakan bahwa Allah memiliki sifat ruh.
2. Mereka menyatakan bahwa hadits-hadits yg diriwayatkan adalah hadits
mutasyabihat, yg tidak diketahui makna dan maksudnya kecuali oleh Allah.
Namun kemudian mereka menafsirkannya dgn makna yg dzhahir! Sangat
mengherankan sekali, hal yg tidak diketahui kecuali oleh Allah, akan
tetapi zhahir bagi mereka! Bukankah makna zhahir dari kalimat استواء
(bersemayam) kecuali bermakna القعود (duduk) ?! & kalimat النزول (turun) tidak dipahami, kecuali bermakna الانتقال (perpindahan).
3. Mereka kemudian menetapkan pelbagai sifat bagi Allah, sedangkan
sifat yg layak bagi Allah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil yg
layak untuk DZat Allah, yg bersifat qath`iy.
4. Di dalam
masalah istbat (mentapkan sifat), mereka tidak bisa membedakan, bahwa
khabar ada yg bersifat khabar masyhur seperti:
ينزل تعالى الى سماء الدنيا
Allah turun ke langit dunia
Dan ada khabar yg tidak sahih, seperti: hadits رأيت ربى فى أحسن صورة .
Aku melihat Tuhanku pada sebaik-baik bentuk.
Akan tetapi mereka justru menetapkan sifat bagi Allah dgn hadits masyhur dan hadits yg tidak shohih ini!
5. Mereka tidak bisa membedakan antara hadits yg marfu` (bersambungan
sanadz) kepada Nabi Muhammad SAW ., & hadits yg mauquf (terputus
sanad hanya sampai) kepada sahabat dan tabi`in, namun mereka menetapkan
sifat dgn kedua hadits tersebut.
6. Mereka mentakwil sebagian lafaz pada tempat-tempat tertentu, seperti hadits:
ومن أتانى يمشى اتيته هرولة
Dan barangsiapa yg mendatangi Ku dgn berjalan, Aku mendatanginya dgn berlari.
Mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah untuk menunjukkan makna Allah
memberikan nikmat. Anehnya mereka tidak melakukan takwil pada tempat yg
lain?!
7. Mereka memahami hadits-hadits berdasarkan pemahaman indrawi, oleh karena itu mereka berani mengatakan.
Allah turun dgn zatNya & berpindah pindah dari suatu tempat ke
tempat yg lain”, kemudian mereka mengatakan “bukan sebagaimana yg
difikirkan!” Mereka justru sudah duluan memikirkan & membuat bingung
orang2 yg mendengar pernyataan mereka serta melumpuhkan indra dan akal
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar