Kesalah-pahaman Salafi Wahabi dalam memahami nash-nash mutasyabihat ,
membuat mereka kesusahan memahami pernyataan-pernyataan para ulama
salaf , dan akhirnya mereka salah memahami hakikat Manhaj Salaf ,
sengaja atau tidak, mereka telah menisbahkan pemikiran mereka kepada
Manhaj Salaf , sementara Manhaj mereka sangat berbeda jauh dari Manhaj
Salaf nya ulama Salaf , sebagai bukti mari lihat bagaimana pemahaman
Salafi Wahabi tentang “Istawa” mereka beriman bahwa “Allah bersemayam di
atas ‘Arasy” karena memahaminya dari kata “Istawa” dan mereka tidak
peduli telah menyamakan Tuhan dengan makhluk-Nya, karena menurut mereka
persamaan seperti itu bukan masalah selamatidak sama kaifiyat nya, dan
menurut mereka begitulah para ulama Salaf beriman, padahal tidak ada
satupun ulama Salaf yang berkata “Istawa”yakni “bersemayam” . Manhaj
ulama Salaf terlepas dari anggapan Salafi Wahabi, sebagai bukti mari
kita lihat bagaimana pemahaman Imam Abu Hanifah tentang “Istawa” . Berkata Imam Abu Hanifah –rahimahullah-:
نُقِرُّ بأنَّ اللهَ تعالى على العرشِ استوى من غيرِ أن يكونَ له حاجةٌ
إليه واستقرار عليه وهو الحافظُ للعرش وغيرِ العرش منْ غيرِ احتياج، فلو
كان محتاجا لما قَدَرَ على إيجادِ العالم وتدبيرِه كالمخلوق ولو كان محتاجا
إلى الجلوس والقرار فقبل خلقِ العرشِ أين كان الله تعالى الله عن ذلك
علوًا كبير “Kita akui bahwa Allah “ber-Istiwa’ “ atas Arasy tanpa
berhajat Allah kepada ‘Arasy, dan tanpa berada di atas ‘Arasy, dan Dia
lah yang menjaga Arasy dan lainnya dengan tanpa berhajat, seandainya
Allah berhajat, sungguh Ia tidak kuasa menjadikan alam dan mengaturnya
seperti makhluk, dan seandainya Allah berhajat kepada duduk dan menetap
(berada di satu tempat), maka di mana Allah sebelum menciptakan
‘Arasy,maha suci Allah dari demikian" .[al-Jauharah al-Munifahfi Syarhi
Washiyah – halaman 10]. Perhatikan scan kitab di bawah ini نُقِرُّ بأنَّ اللهَ تعالى على العرشِ استوى “Kita akui bahwa Allah “ber-Istiwa’ “ atas Arasy”
Maksudnya : Tidak ada keraguan bahwa Allah Istiwa’ atas ‘Arasy , tapi
jangan terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa itulah dalil Allah
bersemayam di atas ‘Arasy , karena justru Imam Abu Hanifah baru akan
menjelaskan pemahaman kata “Istawa” setelah itu, Imam Abu Hanifah hanya
memakai kata"Istawa" sebagaimanayang tersebut dalam Al-Quran, inilah
yang biasa disebut “memberlakukan sebagaimana datangnya” tidak memakai
kata lain untuk makna dari kata “Istawa” . Lalu Imam Abu Hanifahmenjelaskan maksud “Istawa” من غيرِ أن يكونَ له حاجةٌ إليه واستقرار عليه “tanpa berhajat Allah kepada ‘Arasy, dan tanpa berada di atas ‘Arasy”
Maksudnya : Istawa Allah yang tersebut dalam Al-Quran bukan dalam
artian Allah berhajat kepada ‘Arasy , dan bukan dalam artian Allah
berada /bersemayam di atas ‘Arasy , Imam Abu Hanifah di sini tidak
memaknai “Istawa” dengan makna lughat, karena dari makna lughat akandi
pahami bahwa Allah berhajat dan berada di atas ‘Arasy , tapi Imam Abu
Hanifah jelas berkata bukan demikian, memaknai “Istawa” dengan makna
bahasa berarti telah menuduh Allah berhajat kepada ‘Arasy, karena tanpa
‘Arasy, Allah tidak bisabersifat dengan “Bersemayam” , dan juga memaknai
“Istawa” dengan “bersemayam” berarti telah menetapkan Allah di suatu
tempat atau di arah tertentu, sementara Imam Abu Hanifah telah berkata
bukan demikian. وهو الحافظُ للعرش وغيرِ العرش منْ غيرِ احتياج “dan Dia lah yang menjaga Arasy dan lainnya dengan tanpa berhajat”
Maksudnya : Allah yangmenjaga ‘Arasy, bukan‘Arasy yang menjaga Allah,
Allah tidak butuh‘Arasy, Allah telah bersifat dengan sifat maha tinggi
dan maha sempurna sebelum adanya ‘Arasy, adanya‘Arasy tidak berpengaruh
apapun terhadap dzat Allah dan sifat-Nya, ‘Arasy tidak dapat merubah
Allah dan sifat-Nya darikeazalian-Nya. كان محتاجا لما قَدَرَ على إيجادِ العالم وتدبيرِه كالمخلوق “seandainya Allah berhajat, sungguh Ia tidak kuasa menjadikan alam dan mengaturnya seperti makhluk”
Maksudnya : Seandainya Allah berhajat kepada sesuatu, maka tentunya
Allah tidak bisa menciptakan dan mengatur alam yakni semua makhluk-Nya,
sebagaimana makhluk berhajat kepada pencipta, maka makhluk tidak dapat
menciptakan apa pun, begitu juga dengan ‘Arasy, seandainya Allah
berhajat kepada ‘Arasy, tentu Allah tidak bisa menciptakan‘Arasy,
seandainya ‘Arasy menjaga Allah tentu Allah tidak menjaganya, padahal
Allah lah yang menciptakan dan menjaga ‘Arasy. ولو كان محتاجا إلى الجلوس والقرار فقبل خلقِ العرشِ أين كان الله “dan seandainya Allah berhajat kepada duduk dan menetap (berada di satu tempat), maka di mana Allah sebelum menciptakan ‘Arasy”
Maksudnya : Seandainya Allah berhajat kepada sifat duduk atau menetap
atau berada /bersemayam di satu tempat atau arah, maka di mana tempat
atau arah tersebut sebulum ada tempat dan arah ? begitu juga dengan
‘Arasy, seandainya Allah berhajat kepada sifat bersemayam di atas
‘Arasy, maka di mana Allah bersemayam sebelum diciptakan ‘Arasy , maka
dapat dipastikan bahwa Allahtidak bersemayam atau berada di suatu tempat
atau arah sekalipun di atas ‘Arasy, Allah sebelum ada ‘Arasy tidak
bersifat dengan sifat tersebut, beginilah cara ulama Salaf menafikanarah
dan tempat pada Allah . تعالى الله عن ذلك علوًا كبير “maha suci Allah dari demikian”
Maksudnya : Allah tidakbersifat dengan sifat demikian yakni berhajat
kepada sesuatu atau berada atau bersemayam di satu tempat atau arah ,
dan kepada sesuatu pun yang selain keazalian-Nya, karena Allah telah
bersifat dengan segala sifat kesempurnaan-Nya pada Azali, tidak ada
pertambahan atau perubahan setelah nya. Allah ada tanpa arahdan tanpa tempat Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar