يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات:6)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
Fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Al Hujurat:6).
Dari dulu yang namanya pemalsuan sejarah sudah terjadi. Sampai sampai
Kitab Suci pun tidak luput dari perbuatan tercel model ini. Sebut saja
Kitab Bible. Kitab ini penuh dengan pemalsuan sejaran. Sebagai misal apa
yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 2:17:
“Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu,
janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah
engkau mati."
Demikian pula pada Kitab yang sama pasal 3 ayat 3 dikatakan:
“Tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman:
Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."
Di kedua ayat ini Tuhan menyatakan bahwa bila Adam memakan buah larangan
akan mati seketika. Firman ini dibantah oleh Ular (Syetan) yang
mengatakan:
“Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak
akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya
matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang
yang baik dan yang jahat.
" (Kejadian 3:4-5)
Ternyata belakangan ketika Adam melakukan pelanggaran, yang benar adalah
ucapan Ular; Adam dan Hawwa tidak mati. Perhatikan ayat ayat
selanjutnya:
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan
sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka
tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan
membuat cawat”.(Kejadian 3:6-7)
Orang yang berpikiran sehat pasti tidak akan percaya terhadap cerita
Versi Perjanjian Lama ini. Betapa tidak, bagaimana mungkin Tuhan
berdusta dan Syetan benar?.
Nabi Sulaiman AS bahkan pernah menjadi korban pemalsuan sejaran ini.
Gara-gara kelakuan para tukang sihir, selama berates tahun namanya
enjadi hitam; ia dicatat sebagai Tukang Sihir Untunglah Allah SWT
menurunkan firman-Nya meluruskan pemalsuan ini. (Al Baqarah:102)
Di tengah kaum Muslimin sepeninggal Rasulullah SAW kasus seperti ini
banyak terjadi di antaranya dengan beredarnya Hadis Hadis palsu
(Maudhu’). Ribuan ucapan, cerita dan laporan atas nama Rasulullah SAW
dituliskan dan diriwayatkan secara turun temurun. Untunglah Allah SWT
membangkitkan sejumlah Ulama yang memilikki rasa peduli untuk meneliti
ulang informasi tersebut. Bangkitlah di sana Ibn Al Jauzi, As Suyuthi
dan lainnya yang dengan berani mengungkapkan kepalsuan itu dan
menyiarkannya di tengah publik.
Namun bukan berarti pamalsuan berakhir. Hingga hari ini pemalsuan terus
berlangsung karena bagi sebagian orang memiliki nilai komoditi yang
tidak kecil. Sebut saja nama daerah di Jakarta Pusat. Kawasan yang
dinamakan dengan Paseban oleh sementara orang diklaim sebagai berasal
dari kata Ba Syaiban, satu klan dari keturunan Arab. Padahal –
sebagaimana dikatakan para ahli sejarah – kata Paseban berasal dari kata
“Seba” yang berarti pertemuan dengan Raja. Ketika kata tersebut
ditambah dengan awalan dan akhiran berubahlah menjadi “Pasebaan”.
Selanjutnya seiring perjalan waktu orang mengucapkannya dengan yang
lebih mudah: Paseban. Dinamakan Paseban karena memang dulu di tempat
tersebut dilakukan pertemuan dengan Raja Matarm. Itu sebabnya tidak jauh
Dari Paseban terdapat kawasan yang dinamakan Matraman, berasal dari
kata Mataram atau Mataraman. (Lihat Gus Dur: Rahasia Kata Kata).
Yang paling mutakhir dari pemalsuan sejarah diduga adalah Kasus Mbah
Priok. Peristiwa yang mengakbitakn banyak korban itu berawal dari buku
tulisan orang yang menamakan dirinya Habib Muhammad bin Ahmad Al
Haddad, Al Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus dan Al Habib Ali bin
Abdurrahman Alaydrus yang berjudul Risalah Manaqib (Mbah Priok). Buku
yang dicetak tanpa mencantumkan Penerbit dan tahun terbitan itu
menceritakan yang intinya sebagai berikut:
1. Bahwa Mbah Priuk adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib
Hasan bin Muhammad Al Haddad Al Husaini Asy Syafi’i sunni keturunan dari
Sayyidina Quthbil Irsyad Wa Ghoutsil Ibad Al Imam Al Arif Billah al
Habib Abdulloh bin Alwi al Haddad RA. Beliau lahir tahun 1727 di
Palembang Sumatera Selatan dan meninggal dunia di atas kapal pada tahun
1756.
2. Bahwa Ia adalah seorang Ulama bahkan Waliyyullah penyebar Agama Islam di Betawi sebagaimana disebutkan dalam buku itu:
“Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad adalah seorang Wali Allah yang mengabdikan hidupnya hanya mensyi’arkan agama Islam di dalam menegakkan kalimat Tauhid dari tanah kelahirannya hingg sampai keluar daerah (pulau Sumatera, Jawa dan lain sebagainya).”
3. Bahwa nama tanjung Priok berasal dari peristiwa tersebut.
Tulisan tersebut belakangan diketahui merupakan Pemalsuan Sejarah.
Kepalsuannya diketahui setelah Majlis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama
dengan Ahli Sejarah Alwi Sahab dan berbagai pakar Sejarah serta
keluarga Al Haddad sendiri dari Palembang. Dalam kesimpulan pembahasan
mereka diketahui bahwa yang namanya habib Hasan bin Muhammad Al Haddad
adalah cicit dari Habib Hamid Mufti Palembang yang wafat pada 19 Juli
1820. Bagaimana mungkin kalau Mbah buyutnya (bapaknya kakek) wafat tahun
1820 sementara cicitnya sudah lahir tahun 1756 ?. bagaimana bisa
terjadi cicitnya lahir lebih dahulu dari buyutnya?.
Selain itu pihak keluarga juga menyatakan bahwa Al Marhum bukanlah
seorang Ulama apalagi Waliyullah penyebar islam d Betawi. Menurut wakil
keluarga Al Haddad dari Pelmbang (wawancara tanggal 31 Mei 2010 di
Jakarta) kepergian Al Haddad dari Palembang bukanlah berdakwah,
melainkan berdagang karena ia memang seorang pedagang yang menjajakan
dagangan milik Sayyid Syekh bin Agil Madihij.
Tentang penamaan tanjung Priok sendiri yang disebut-sebut berasal dari
cerita Al Haddad dengan sejumlah dongengnya, cukup mengundang tawa pakar
sejarah asli Betawi, Ridwan saidi. Ada dua alas an sekurang-kurangnya
membuat Ridwan Saidi merasa geli mendengar cerita tersebut. Pertama,
istilah “Mbah” itu tidak dikenal di masyarakat Betawi karena itu
merupakan istilah Jawa.
Lalu bagaimana orang Betawi menisbatkan kata tersebut kepada tokoh
mereka?.Kedua, masyarakat Betawi mengetahui benar bahwa nam tanjung
Priok sudah ada jauh sebelum masa Al Haddad. Dalam karya tulisnya bahkan
Ridwan Saidi sudah mencantumkan bahwa:
“Nama Tanjung Priok dikaitkan dengan nama Aki Tirem, penghulu atau
pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat Priok. Sedang kata
tanjung merujuk kepada kontur tanah yang menjorok ke laut (tanjung).
Seperti diteliti oleh Kees Green memang banyak tempat di Jakarta merujuk
namanya dari kontur tanah, misalnya Tanah Abang Bukit, Tegal Alur,
Rawasari, Bojong Gede dan lain lain..” (Lihat buku “Kasus Mbah Priok”
halaman 18-19).
Satu lagi yang baru saja terjadi. Di kawasan Cikini dikabarkan memancar
air dari dasar tanah. Melihat kejadian ini sepontan seseorang
menisbatkannya kepada “satu tokoh” yang kemudian diproklamirkan sebagai
“Mbah Cikini”.
Lalu apa sebenarnya motif dari pemalsuan ini?. Walahu A’lam. Tetapi
yang jelas, para penegak Hukum nampaknya berdiam seribu basa tak mau
membela hak hak orang yang terluka bahkan terbunuh dalam kasus tanjung
Priok berdarah tahun 2010 lalu. Mana mungkin ada sejumlah orang terluka
dan terbunuh tidak ada pelakunya. Mengapa pula penulis buku sejarah
palsu itu belum diminta pertanggung-jawaban?. Ataukah karena pemimpin
negeri ini telah menetapkan Cerita dusta itu sebagai “Situs” yang
dianggap fakta?.
Yang jelas, seharusnya kejadian ini menyadarkan kita akan perlunya
mengkaji ulang sejumlah karya tulis sejarah terutama yang terdapat
perbedaan. Karena Sejarah bukan Khilafiyah melainkan catatan sebuah
fakta.
Kasus eks pemakaman Dobo Tanjung Priok itu telah menimbulkan korban
akibat informasi yang dibuat orang-orang tidak bertanggung jawab.
Pengkeramatan bekas kuburan – karena memang sudah kosong – itu masih
saja berjalan. Adakah manusia yang memperhatikannya ?. Hasbunallah.
Oleh : KH Syarif Rahmat RA, SQ, MA
titanium jewelry piercing | Titanium Arts
BalasHapusAbout the design · Shining · titanium shift knob Shining · titanium rod in femur complications Thematic is titanium a conductor Art · Designing titanium glasses frames · About The 바카라 사이트 Studio