http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Sabtu, 06 Oktober 2012

BID’AH DAN KHILAFIYAH



عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِى بَكْرٍ - قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلاَةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ. فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ. فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ ». (رواه مسلم وابو داود والترمذي)

Artinya: Orang pertama yang mendahulukna khutbah sebelum Shalat pada hari Raya adalah Marwan (bin Hakam, red). Ketika itu berdirilah seorang laki-laki lalu berkata: “Shalat dulu sebelum khutbah”. Marwan berkata: “Itu telah ditinggalkan”. Maka Abu Sa’id Al Khudri berkata: “Orang ini telah melaksanakan apa yang pernah aku dengar Rasulullah SAW mengatakannya: “Barangsiapa melihat kemunkaran hendaklah merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu hendaklah ia merubahnya dengan lisannya dan jika tidak mampu hendaklah merubahnya dengan hatinya dan itu merupakan selemah-lemah iman” (HR Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi)

أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ : صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلاَةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) لأُمِّ الْقُرْآنِ ، وَلَمْ يَقْرَأْ بِهَا لِلسُّورَةِ الَّتِى بَعْدَهَا حَتَّى قَضَى تِلْكَ الْقِرَاءَةَ ، وَلَمْ يُكَبِّرْ حِينَ يَهْوِى حَتَّى قَضَى تِلْكَ الصَّلاَةَ ، فَلَمَّا سَلَّمَ نَادَاهُ مَنْ شَهِدَ ذَلِكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ : يَا مُعَاوِيَةُ أَسَرَقْتَ الصَّلاَةَ أَمْ نَسِيتَ؟ فَلَمَّا صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ قَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) لِلسُّورَةِ الَّتِى بَعْدَ أُمِّ الْقُرْآنِ وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِى سَاجِدًا. (رواه الحاكم والبيهقي والدار قطني)

Artinya: Anas bin Malik berkata: Suatu kali Mu’awiyah menunaikan Shalat dengan menjaharkan bacaan. Ia membaca Bismillahirrahmanirrahim untuk Al Fatihah tetapi tidak membacanya untuk surat sesudahnya hingga selesai bacaan itu dan tidak bertakbir ketika turun (menuju sujud, pen) hingga usai shalat. Ketika salam orang-orang dari kalangan Muhajirin yang menyaksikannya menegurnya dari berbagai arah:“Hai Mu’awiyah, anda ini mencuri Shalat ataukah lupa?”. Semenjak saat itu Mu’awiyah selalu membaca Basmalah untuk surat setelah Al Fatihah dan bertakbir ketika turun hendak sujud. (HR Al Hakim, Al Baihaqi dan Ad Daruquthni).

Di mata para sahabat Rasulullah SAW, kedua masalah di atas bukanlah masalah ijtihadiyah yang harus disikapi dengan saling menghargai dan menghormati. Mengerjakan Shalat sebelum Khutbah adalah urutan yang telah baku dan tidak pernah berubah semenjak masa Rasulullah SAW hingga para Khalifahnya. Oleh karena itu ketika Marwan bin Al Hakam salah seorang tokoh Bani Umayyah menukarnya dengan mendahulukan khutbah, para sahabat pun serempak menegurnya karena jelas hal tersebut merupakan bid’ah.

Demikian pula – sepengetahuan para sahabat Nabi SAW – membaca Basmalah ketika Shalat itu selalu dilakukan Rasulullah SAW baik bersama Al Fatihah maupun setelah Al Fatihah sebelum sebagaimana juga takbir menjelang sujud. Oleh karena itu ketika mereka menyaksikan Mu’awiyah yang juga tokoh Bani Umayyah tidak membacanya, mereka ramai-ramai memprotesnya karena menghilangkan Basmalah setelah Al Fatihah dan meninggalkan takbir ketika hendak ruku’ adalah perkara bid’ah. Lain halnya dalam masalah-masalah Khilafiyah, mereka lapang dada, saling menghargai pendapat dan tetap berjalan pada ijtihadnya sendiri-sendiri. Tetapi seiring kemajuan manusia dalam bidang kebodohan dan semakin merajalelanya sifat angkuh, sikap manusia berubah. Mereka yang baru mengenal ajaran Agama pada sebagian kecilnya – atau hanya mengenal Agama dari alirannya saja – dengan serta merta melontarkan kata bid’ah, sesat dan menyesatkan kepada kaum Muslimin lainnya. Tak banyak di antara mereka yang memahami keadaan ini padahal tidak sedikit di antara anak-anaknya yang terjerumus ke jurang berbahaya berupa perasaan benar sendiri. Hasbunallah

H. Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar