Menghukum dengan selain hukum Allah
dan menempatkan undang-undang (buatan manusia) pada posisi hukum
syari’at Nya dengan keyakinan bahwa undang-undang tersebut lebih relevan
(sesuai) untuk dijadikan huukum positive dari hukum syariat Allah atau
berkeyakinan bahwa undang-undang tersebut sama saja atau bahkan lebih
tinggi dudukannya dan lebih besar sesuai dengan perkembangan zaman
sekarang. Sikap manusia yang menerima saja pandangan seperti ini,
termasuk yang dapat menafikan tauhid.
Jawaban Habib Munzir Al Musawa
Kembali pada perbuatan Khulafa urrasyidin
dan para sahabat, bagaimana Umar bin Khattab ra mengadakan shalat
tarawih ramadhan YANG SUDAH DILARANG DAN DIBUBARKAN oleh Rasul saw,
namun Khalifah Umar ra menganggapnya kebaikan dan perlu dimasanya. Dan
hal itu teriwayatkan pada shahih Bukhari,
Jika hal itu sunnah, niscaya Khalifah
Abubakar ra sudah melakukannya sebelum Umar ra, namun hal itu tak
dilakukan, karena sunnah yang sudah mansukh. Namun dihidupkan kembali
dimasa Umar ra dan disepakati oleh seluruh sahabat radhiyallahu’anhum
dan dijalankan oleh seluruh madzhab hingga kini
Sebagaimana perbuatan Khalifah Utsman bin
Affan ra yang menjadikan adzan menjadi dua adzan saat jum’at, yang
tidak pernah dilakukan oleh Rasul saw, tidak pula oleh Khalifah Abubakar
shiddiq ra, tidak pula Khalifah Umar ra, namun dimasanya ia merasa hal
itu perlu dan baik, mengingat ummat Jum’at semakin banyak (Shahih
Bukhari).
Demikian pula perbuatan Anas bin Malik ra
yang berwasiat agar ditaruh beberapa helai rambut Rasul saw pada kain
kafannya saat dimakamkan. (Shahih Bukhari) hal ini tak pernah dilakukan
oleh Rasul saw, tidak pula oleh Khulafaurrasyidin.
Maka tentunya kembali pada ucapan Imam Ibn Rajab :
Sebagaimana firman Nya swt : “Sungguh
Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan kebaikan, dan
menyambung hubungan dengan kaum kerabat, dan melarang kepada keburukan
dan kemungkaran dan kejahatan” berkata Alhasan bahwa ayat ini tidak
menyisakan satu kebaikanpun kecuali sudah diperintahkan melakukannya,
dan tiada suatu keburukan pun kecuali sudah dilarang melakukannya.
(jamiul ulum walhikam Juz 2 hal 4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar