II.13. ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK
Dalil – dalil yang mereka kemukakan
itu sefihak, namun telah muncul dalam fihak lainnya banyak teriwayatkan
hal yang sebaliknya, sebagaimana dijelaskan bahwa Paman Nabi saw yang
jelas – jelas menolak bersyahadat saat wafatnya.
Ketika ditanyakan pada Nabi saw :
ما أغنيت عن عمك فإنه كان يحوطك ويغضب لك قال هو في ضحضاح من نار ولولا أنا لكان في الدرك الأسفل من النار
“Apa yang kau perbuat untuk pamanmu Abu
Thalib?, dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu.., maka Rasul
saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku,
niscaya ia di dasar neraka yang terdalam” (Shahih Bukhari Bab Manaqib
pasal : Qisshah Abu Thalib hadits No.3594); (Shahih Muslim Bab Iman,
pasal : syafaat Nabi saw Li Abi Thalib wattakhfiif hadits No. 308).
(Hadits semakna pada Shahih Bukhari bab Adab pasal : Kunyah limusyrik
hadits No.5740, Shahih Muslim Bab Al Hajj pasal : tahrimusshayd
lilmuhrim)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy :
وقال
البيهقي في البعث صحة الرواية في شأن أبي طالب فلا معنى للإنكار من حيث
صحة الرواية ووجهه عندي ان الشفاعة في الكفار انما امتنعت لوجود الخبر
الصادق في أنه لا يشفع فيهم أحد وهو عام في حق كل كافر فيجوز أن يخص منه من
ثبت الخبر بتخصيصه قال وحمله بعض أهل النظر على أن جزاء الكافر من العذاب
يقع على كفره وعلى معاصيه فيجوز أن الله يضع عن بعض الكفار بعض جزاء معاصيه
تطييبا لقلب الشافع لا ثوابا للكافر لان حسناته صارت بموته على الكفر هباء
“Berkata Imam Baihaqi didalam penjelasan
riwayat masalah Abu Thalib : tiada makna pengingkaran karena telah
shahih nya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir
terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada
yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah
makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi
siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw),
Berkata sebagian mereka yang berpendapat
bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan
maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang
kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan
karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena
kematiannya.” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 11 hal 431).
Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat”, lalu bagaimana dengan ayah bunda Nabi saw…???
Bahkan Juga diriwayatkan bahwa Abbas bin
Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya
padanya : “bagaimana keadaanmu?”, Abu Lahab menjawab : “di neraka, Cuma
diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku
Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari
hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, Syi’bul Iman
No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431)
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di
alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau
menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya
setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan
membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah
sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas
kebangkitan Nabi saw, mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw,
maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw,
demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yang Allah ilhami untuk memberi
beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang
dari bibir musyrik.
Maka Imam imam diatas yang meriwayatkan
hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya,
karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan
berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “perlu pertimbangan untuk
memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari”.
Karena memang shahih Bukhari adalah kitab
hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari
digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini
dikatakan oleh Imam Muslim yang kaget ketika melihat Imam Bukhari dapat
menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya,
maka berkata Imam Muslim : “Izinkan aku mencium kedua kakimu Wahai Guru
para Guru Ahli hadits, Wahai Raja para ahli hadits, Wahai Penyembuh
hadits dari ilal nya..!”. (ilal adalah kesalah fahaman kesalah fahaman)
Dengan kejelasan diatas, bila Abu Thalib
yang hidup di masa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan
siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat
keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah
karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi saw.
Maka bagaimana ayah bunda Rasul saw…?,
yang melahirkan Nabi saw..?, dan mereka tak sempat hidup di masa
kebangkitan Risalah Nabi saw dan tak sempat kufur dan menolak ajaran
Rasul saw..,
Demikian pendapat sebagian ulama bahwa
ayah dan ibu Nabi saw bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat
sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan
mereka menyembah berhala, diantara Ulama yang berpendapat bahwa ayah
bunda Nabi bukan Musyrik adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan
sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al
Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin
Abdurrahman Assuyuthi yang mengarang sebuah buku khusus tentang
keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al
Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam Attabari, Al
hafidh Al Imam Addaruquthniy, dan masih banyak lagi yang lainnya,
Satu hal yang buruk pada jiwa para
wahabi, adalah mengumpat Nabi saw dengan pembahasan ini, naudzubillah
dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi Kafir
musyrik, lalu bagaimana bila hal ini tak benar?, sungguh kekufuran akan
balik pada mereka.
Saudaraku, beribu maaf, bila Amir tak
jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir, lalu Zeyd menukil 100 cara
untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah
musyrik dan kafir, bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir?, Bukankah ini
umpatan terburuk?, bukankah jelas jelas Zeyd mengumpat Amir?, Bukankah
berarti ia musuh besar Amir?
Mereka berkata : Kami Taqlid pada para Mujtahid, ketahuilah Taqlid pada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid pada buku.
Dan pendapat yang shahih dalam madzhab
Syafii bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fatrah,
karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala.
Mengenai hadits : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR Shahih Muslim)
Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt :
أَمْ
كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ
آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا
وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub
kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya:
“Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq,
(yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.
(QS. Al Baqarah :133).
Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub
hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah
paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna :
“ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah arabiyyah sering
terjadi ucapan ayah adalah untuk paman, bila siksa, keringanan dan
ampunan adalah urusan Allah, dan Allah meringankan Abu lahab, dan
meringankan Abu Thalib yang jelas – jelas menolak bersyahadat, maka
lebih – lebih ayah Bunda Nabi saw.
Berkata Al hafidh Al Imam Jalaluddin
Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway
mustofa, bahwa Riwayat hadits shahih muslim itu diriwayatkan oleh
Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak
meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini, dan riwayat hadits itu
(ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan
Hammad diingkari sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok
dalam hadits hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya dan
Imam Bukhari tidak menerima Hammad, dan tak mengeluarkan satu hadits pun
darinya,
Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain
dari hammad kecuali dari tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda
riwayat lain dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan
tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan
padanya bila kau lewat di kubur orang – orang kafir fabassyirhu
binnaar”, dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi
riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari hammad, sungguh hammad
telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits –
hadits nya banyak yang terkena pengingkaran,
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi :
“ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma,
maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn hajar
Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi
ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan,
bukan pada I’tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)
Berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy
bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits lain yang lebih kuat maka
wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat
sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa
fii abaway Mustofa hal 66),
Berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin
Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka
finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya Nabi saw
untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH dg firman Allah swt : “Dan
kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS.
Al-Isra : 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan
(Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yang juga oleh beliau).
Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Ibrahim
bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata : “datanglah
seorang dusun kepada Nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul
rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala : fa
kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala
saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama
a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma
marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar)
Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam
Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung Nabi
saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman – paman Nabi saw ada
banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk
Abu Lahab.
Bahkan Abu Thalib pun dalam riwayat shahih Bukhari bahwa ia di Neraka,
Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy :
Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al
A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda nabi di neraka, mereka
di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman : “Sungguh mereka
yang menyakiti dan mengganggu Allah dan Nabi Nya mereka dliaknat Allah
di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS
Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih
menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka, dan sungguh telah
bersabda Nabi saw : “Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab
yang telah wafat”.(Masalikul hunafa’ hal 75 li imam suyuti)
Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang
mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah adalah musyrik
penyembah berhala? Tidak ada.
Bahkan Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah – ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
أنا
محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف بن قصي بن كلاب بن
مرة بن كعب بن لؤي بن غالب بن فهر بن مالك بن النضر بن كنانة بن خزيمة بن
مدركة بن إلياس بن مضر بن نزار وما افترق الناس فرقتين إلا جعلني الله في
خيرهما فأخرجت من بين أبوي فلم يصبني شيء من سنن الجاهلية وخرجت من نكاح
ولم أخرج من سفاح من لدن آدم حتى انتهيت إلى أبي وأمي ا فأنا خيركم نسبا
وخيركم أب أخرجه البيهقي في دلائل النبوة والحاكم عن أنس رضي الله عنه
“Aku Muhammad bin Abdillah bin
Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin
Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin
Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar,
tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku
berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah
ibuku dan tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku
terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang
jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah
pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik baik ayah nasab”.
(dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim
dari Anas ra).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam
Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404. Hadits ini juga diriwayatkan
oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76.
Juga sabda Nabi saw : “Aku Nabi yang tak
berdusta, aku adalah putra Abdul Muttalib” (Shahih Bukhari hadits
No.2709, 2719, 2772, Shahih Muslim hadits No. 1776) bahkan hadits ini
dirwayatkan pula oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim,
Bila Abdulmuttalib kafir, maka adakah
nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan..? Dan Anda
lihat pula dalam hadits ini ayah bermakna kakek. Beliau tidak berkata
bahwa beliau putera Abdullah, tetapi beliau berkata, ”Aku adalah putra
Abdul Muttalib”
Tentunya mengenai hal ini telah jelas,
bahkan Paman nabi saw pun disyafaati oleh Rasul saw, demikian pula Abu
Lahab sebagaimana riwayat Shahih Bukhari. Dan makna ayah dalam hadits
itu adalah paman,
Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud
عَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ مَا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ أَبَوَيْهِ لِأَحَدٍ إِلَّا لِسَعْدِ
بْنِ مَالِكٍ فَإِنِّي سَمِعْتُهُ يَقُولُ يَوْمَ أُحُدٍ يَا سَعْدُ ارْمِ
فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي
Dari Ali kw, tiada pernah keudengar Nabi
saw mengumplkan ayah bundanya untuk seseorang kecuali pada Sa;ad bin
malik ra, dan sungguh aku mendengar beliau saw bersabda di hari Uhud :
Panahlah wahai Sa’ad..!, jaminanmu ayah ibuku! (Shahih Bukhari hadits
no.3753 Bab Maghaziy) “Rasul saw mengumpulkan aku dg nama ayah ibunya
dihari uhud ..!” (Shahih Bukhari hadits no.3750 Bab Maghaziy)
Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash
Jelas sudah, mustahil Rasul saw
menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi
Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga – bangga namanya
digandengkan dengan dua orang musyrik.
Demikian kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :
Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy
dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda
Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang –
bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia
melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga
membuat terang – benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz
6 hal 583)
Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim
bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang
terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana
Romawi. Inikah wanita Musyrik..?, Kafir…?
Sabda Nabi saw : “Bila berkata seseorang
kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari
mereka” (Shahih Bukhari hadits No.5754)
Maka kiranya siapa yang berani mengambil resiko menjadi kafir, silahkanlah ia menuduh ayah bunda Nabi saw sebagai kafir.
Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang
membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits,
karena mereka yang tak memiliki sanad kepada Imam Imam itu maka
hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam
syariah islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih tsiqah
dan Kuat adalah yang mempunyai sanad kepada Imam-Imam tersebut. Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar