http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Sabtu, 10 November 2012

BENTUK SHALAT TARAWIH

Ada 2 bentuk Shalat Tarawih yang pernah dilakukan kaum Muslimin generasi Awwal:
1.       Tarawih Rasulullah SAW.
·         Waktu pelaksanaan setelah lewat tengah malam. Berdasarkan keterangan Hadis:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِى مَيْمُونَةَ ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً ثُمَّ رَقَدَ ، فَلَمَّا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ قَعَدَ فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ ( إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِى الأَلْبَابِ ) ، ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَاسْتَنَّ ، فَصَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ . (رواه البخاريومسلم)
Artinya: Ibnu Abbas berkata:Aku menginap di rumah sepupuku Maimunah. Rasulullah SAW bercakap-cakap sejenak dengan keluarganya lalu tidur. Ketika sampai waktu sepertiga malam terakhir, beliau duduk memandang ke langit dan membaca ayat “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Ali Imran:193),kemudian beliau berwudhu dan menggosok gigi alu menunaikan Shalat sebanyak sebelas raka’at. Kemudian ketika Bilal mengumandangkan adzan beliau pun segera shalat 2 raka’at kemudian keluar rumah menuju Masjid dan Shalat Subuh. (HR Al Bukhari dan Muslim)
·         Dilakukan sebanyak sebanyak 11 Raka’at dengan bersalam tiap 2 raka’at. Berdasarkan Hadis:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ « تَنَامُ عَيْنِى وَلاَ يَنَامُ قَلْبِى » . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah RA: “Bagaimanakah Shalat Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan ?”. Aisyah menjawab: “Baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan Rasulullah SAW tidak pernah menambah dari 11 Raka’at. Beliau mula mula Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya raka’at raka’at itu, kemudian Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya raka’at raka’at itu dan kemudian shalat tiga raka’at. Aku (Aisyah)  bertanya: “Ya Rasulullah, adakah engkau tidur sebelum berwitir ?”. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku terpejam, namun tidak dengan hatiku”. (HR Al Bukhari dan Muslim).
Sebagian orang menyangka bahwa 4-4 dalam Hadis ini adalah bersalam pada setiap 4 raka’at. dan berwitir. Pendapat ini sangat lemah karena 2 alasan:
Alasan pertama, adanya penjelasan Aisyah bahwa Rasulullah SAW mengerjakannya 2-2.  Abu Dawud meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى أَنْ يَنْصَدِعَ الْفَجْرُ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ ثِنْتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ وَيَمْكُثُ فِى سُجُودِهِ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ بِالأُولَى مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ. (رواه ابو داود)
Artinya: Aisyah berkata: Rasulullah SAW itu biasanya setelah selesai Shalat Isya sampai terbit fajar menunaikan Shalat sebanyak 11 raka’at dengan bersalam pada setiap 2 raka’at dan berwitir dengan 1 raka’at. Beliau diam dalam sujudnya itu sekira-kira seseorang di antara kamu membaca 50 ayat Al Qur’an sebelum mengangkat kepalanya. Apabila Mu’adzdzin selesai mengumandangkan adzan awwal shalat subuh, beliau bangun menunaikan shalat 2 raka’at ringan kemudian berbaring pada sisi sebelah kanan sampai datang mu’adzdzin berikutnya. (HR Abu Dawud)
Berdasarkan Hadis ini dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan 4-4 itu bukan 4 raka’at satu salam, akan tetapi istirahat pada setiap 4 raka’at. Setelah penjelasan Aisyah ini maka gugurlah seluruh penafsiran terhadap Hadis 4-4 yang dilakukan orang-orang setelahnya, karena yang mengatakan tentu lebih berhak untuk menjelaskan apa maksud ucapannya itu.
Alasan kedua, sesuai dengan ketetapan Rasulullah SAW. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadis bersumber dari Ibnu Umar:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى » . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Shalat malam, maka Rasulullah SAW menjawab: “Shalat malam itu dua-dua. Jika seseorang di antara kamu khawatir kesubuhan, hendaklah ia segera menutup dengan witir satu raka’at guna mengganjilkan Shalat yang telah ditunaikannya” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Setelah ketetapan Rasulullah SAW ini, tidak ada alasan bagi kaum Muslimin untuk menyalahinya dengan – misalnya – mengerjakannya 4 raka’at 1 salam.
·         Pada setiap Raka’at membaca ayat Al Qur’an sangat panjang
Pada Hadis di atas disebutkan bahwa Shalat malam Rasulullah SAW itu sangat bagus dan bacaannya pun sangat panjang. Sekedar menggambarkan seperti apa panjangnya Shalat Rasulullah SAW perhatikan Hadis berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ. ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّى بِهَا فِى رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا. ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ « سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ ». فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ». ثُمَّ قَامَ طَوِيلاً قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ « سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى ». فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا مِنْ قِيَامِهِ.   (رواه مسلم)
Artinya: Hudzaifah berkata:Pasa suatu malam aku  Shalat bersama Nabi SAW. Beliau membuka bacaannya (setelah Al Fatihah, pen) dengan Surat Al Baqarah. Aku mengira beliau akan ruku’ padaayat ke 100 tetapi masih saja dilanjutkan. Aku mengira beliau akan akan menghabiskan Surat Al Baqarah itu dalam satu raka’at tetapi ternyata beliau melanjutkan. Kemudian beliau mulai membaca surat An Nisa dan membacanya hingga selsesai lalu membaca surat Ali Imran dan membacanya dengan pelan-pelan. Bila melalui ayat yang menyebutkan tasbih, beliau pun bertasbih. Bila melalui ayat tentang permintaan (do’a) beliau pun meminta dan bila melalui ayat tentang permohonan perlindungan berliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku’ dengan membaca “Subhana Rabbiyal Azhim” di mana panjang ruku’nya hampir sama dengan beridrinya. Kemudian beliau mengucapkan “Sami’allahu Liman Hamidah” lalu berdiri lama seperti saat ruku’nya. Kemudian sujud dan membaca “Subhana Rabbiyal A’la’” dengan sujud yang hampir sama panjangnya dengan berdirinya. (HR Muslim).
Dalam sebuah Hadis disebutkan:
عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - لَيْلَةً ، فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ . قُلْنَا وَمَا هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتَ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Abdullah berkata; “Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah SAW.beliau terus saja berdiri sampai sampai aku sempat punya angan-angan”. Kami bertanya: “Angan-angan  apa?”. Abdullah menjawab: “Aku waktu itu berangan-angan mau duduk dan membiarkan beliau shalat sendirian” (HR Al Bukhari dan Muslim)
·         Pada setiap 4 raka’at beliau beristirahat agak panjang. 
Ini berdasarkan Hadis  yang menyebutkan:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ « تَنَامُ عَيْنِى وَلاَ يَنَامُ قَلْبِى » . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman bertanya kepada Aisyah RA: “Bagaimanakah Shalat Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan ?”. Aisyah menjawab: “Baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan Rasulullah SAW tidak pernah menambah dari 11 Raka’at. Beliau mula mula Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya raka’at raka’at itu, kemudian Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya raka’at raka’at itu dan kemudian shalat tiga raka’at. Aku (Aisyah)  bertanya: “Ya Rasulullah, adakah engkau tidur sebelum berwitir ?”. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku terpejam, namun tidak dengan hatiku”. (HR Al Bukhari dan Muslim).
Ini jika diasumsikan bahwa beliau tidak membedakan bulan Ramadhan dan bukan Ramadhan. Sebagian Ulama menyimpulkan bahwa yang dilakukan Rasulullah SAW itu bukan termasuk Tarawih karena telah diketahui Shalat tarawih tidak dilakukan di luar Ramadhan. Logika pun akan mengatakan “tidak mungkin” Rasulullah SAW mengerjakan ibadah di bulan Ramadhan sama dengan di luar Ramadhan. Kalau di luar Ramadhan beliau Shalat malam sebanyak 11 raka’at, maka pada bulan Ramadhan mestinya lebih dari itu. Jika tidak, untuk apakah Rasulullah SAW menyatakan: “Barangsiapa menunaikan Qiyamullail bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan keridhoan Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Al Bukhari dan Muslim). Itu sebabnya para Ulama Mujtahid tidak ada yang menggunakan Hadis 11 Raka’at sebagai dalil Shalat Tarawih. Wallahu A’lam.
1.       Tarawih Sahabat Rasulullah SAW.
Tarawih yang berjalan hingga hari ini di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah dilaksanakan selepas waktu Isya sebanyak 20 raka’at bersalam setiap 2 raka’at ditambah dengan 3 raka’at Witir (2-1). Amaliah ini telah berjalan sejak lebih dari 1000 tahun lamanya. Persoalannya adalah; sejak kapan Tarawih model ini dilakukan?. Menurut keterangan beberapa Hadis dikatakan bahwa tarawih model tersebut merupakan prakarsa Umar Ibn Al Khattab Khalifah kedua Rasulullah SAW. Laporan  ini diterima dan diamalkan (artinya; diterima sebagai informasi yg benar) oleh para Huffazh dan ahli Hadis. Namun belakangan Hadis ini dilemahkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Belakangan tadh’if Albani dibantah oleh Syekh Anshori.
Kalaulah benar Hadis tersebut dha’if – seperti kata Albani – maka muncul pertanyaan baru: Siapakah yang mula mula mengadakan Tarawih seperti itu?. Bila tidak diketemukan sumber rujukannya, maka logika paling sehat akan mengatakan bahwa amaliah tersebut telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, karena telah diketahui di dua Masjid suci tersebut belum pernah “libur” Tarawih semenjak mula disyari’atkannya. Kesinambungan amaliah – menurut para Ulamaseperti Ibnul Qayyim Al Jauziyah  – cukup menjadi dasar akan keabsahannya meskipun tidak ada Hadis Shahih yang mendasarinya. Sebaliknya, bila ada satu-dua Hadis Shahih, namun menyalahi amaliah kaum Muslimin Madinah yang sudah berjalan, maka Hadis tersebut –menurut Imam Malik Rahimahullah – harus ditolak. Mengapa?. Karena, sebagaimana dikatakan Rabi’ah, “Seribu dari seribu lebih aku sukai daripada satu dari satu” (Lihat Atsar Al Hadits Asy Syarif Fi Ikhtilaf Al A’immah Al Fuqaha karya Syekh Muhammad Awwamah halaman 85). Artinya, amaliah yang sudah dilakukan dari generasi ke generasi oleh ribuan orang lebih patut dipercaya dari sekedar informasi tulisan atau ucapan yang disampaikan oleh perorangan. Begitulah tentang Tarawih ini; sejak dulu ribuan kaum Muslimin mengerjakannya 23 raka’at, sementara dalam kitab Hadis terdapat  satu dua orang melaporkan berbeda dari itu, maka laporan itu lebih layak diabaikan ketimbang amaliah lamanya yang ditinggalkan. Itulah sebabnya Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan lainnya menetapkan bahwa Shalat Tarawih itu 23 raka’at dengan alasan itu yang didapati nya di tengan kaum Muslimin. Dan atas dasar itu pula ditetapkan bahwa yang 11 Raka’at itu tidak ada kaitannya dengan Tarawih.
2.       Tarawih Model Mutakhir.
Tarawih ini dilaksanakan selepas Shalat Isya sebanyak 11 raka’at dengan bacaan surat surat pendek. Itu artinya, baik Jumlah maupun bacaannya tidak ada yang mengikuti salah satu dari dua Sunnah; Sunnah Rasulullah SAW dan Sunnah Khulafa Rasyidin.  Sebabnya jelas, Jika hendak mengikuti Sunnah Rasulullah SAW, maka Shalatnya mulai jam 02.00 pagi sebanyak 11 raka’at dan setiap raka’at dibaca minimal 50 ayat. Jika hendak mengikuti Sunnah Khalifah Umar bin Khattab dan amaliah Ulama Salaf, maka Shalatnya ba’da Isyasebanyak 23 raka’at dengan bacaan surat surat pendek.
Jadi Sunnah siapakah yang kini kita kerjakan?. Bagaimanapun, Alhamdu Lillah kita masih diberi kekuatan, keinginan dan kemauan untuk menghidupkan bulan suci Ramadhan dengan beribadah. Semoga Allah menerima pengabdian kita dan mengampuni kesalahan kita, Amin.  Hasbunallah
Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar