Ada 2 bentuk Shalat Tarawih
yang pernah dilakukan kaum Muslimin generasi Awwal:
1.
Tarawih Rasulullah SAW.
·
Waktu pelaksanaan setelah
lewat tengah malam. Berdasarkan keterangan Hadis:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - قَالَ بِتُّ
عِنْدَ خَالَتِى مَيْمُونَةَ ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم
- مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً ثُمَّ رَقَدَ ، فَلَمَّا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ قَعَدَ
فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ ( إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِى الأَلْبَابِ ) ، ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَاسْتَنَّ
، فَصَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ
، ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ . (رواه البخاريومسلم)
Artinya: Ibnu Abbas berkata:Aku menginap di
rumah sepupuku Maimunah. Rasulullah SAW bercakap-cakap sejenak dengan
keluarganya lalu tidur. Ketika sampai waktu sepertiga malam terakhir, beliau
duduk memandang ke langit dan membaca ayat “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal” (Ali Imran:193),kemudian beliau berwudhu dan
menggosok gigi alu menunaikan Shalat sebanyak sebelas raka’at. Kemudian ketika
Bilal mengumandangkan adzan beliau pun segera shalat 2 raka’at kemudian keluar
rumah menuju Masjid dan Shalat Subuh. (HR Al Bukhari dan Muslim)
·
Dilakukan sebanyak sebanyak
11 Raka’at dengan bersalam tiap 2 raka’at. Berdasarkan Hadis:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ
سَأَلَ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ
أَنْ تُوتِرَ قَالَ « تَنَامُ عَيْنِى وَلاَ يَنَامُ قَلْبِى » . (رواه البخاري
ومسلم)
Artinya: Bahwa Abu Salamah bin
Abdurrahman bertanya kepada Aisyah RA: “Bagaimanakah Shalat Rasulullah SAW pada
bulan Ramadhan ?”. Aisyah menjawab: “Baik di bulan Ramadhan maupun di luar
bulan Ramadhan Rasulullah SAW tidak pernah menambah dari 11 Raka’at. Beliau
mula mula Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya
raka’at raka’at itu, kemudian Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus
dan panjangnya raka’at raka’at itu dan kemudian shalat tiga raka’at. Aku
(Aisyah) bertanya: “Ya Rasulullah,
adakah engkau tidur sebelum berwitir ?”. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
Aisyah, sesungguhnya kedua mataku terpejam, namun tidak dengan hatiku”. (HR Al
Bukhari dan Muslim).
Sebagian orang menyangka bahwa
4-4 dalam Hadis ini adalah bersalam pada setiap 4 raka’at. dan berwitir. Pendapat ini sangat lemah karena 2
alasan:
Alasan pertama, adanya penjelasan Aisyah
bahwa Rasulullah SAW mengerjakannya 2-2.
Abu Dawud meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ
إِلَى أَنْ يَنْصَدِعَ الْفَجْرُ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ ثِنْتَيْنِ
وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ وَيَمْكُثُ فِى سُجُودِهِ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ
آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ بِالأُولَى مِنْ
صَلاَةِ الْفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى
شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ. (رواه ابو داود)
Artinya:
Aisyah berkata: Rasulullah SAW itu biasanya setelah selesai Shalat Isya sampai
terbit fajar menunaikan Shalat sebanyak 11 raka’at dengan bersalam pada setiap
2 raka’at dan berwitir dengan 1 raka’at. Beliau diam dalam sujudnya itu sekira-kira seseorang
di antara kamu membaca 50 ayat Al Qur’an sebelum mengangkat kepalanya. Apabila
Mu’adzdzin selesai mengumandangkan adzan awwal shalat subuh, beliau bangun
menunaikan shalat 2 raka’at ringan kemudian berbaring pada sisi sebelah kanan
sampai datang mu’adzdzin berikutnya. (HR Abu Dawud)
Berdasarkan
Hadis ini dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan 4-4 itu bukan 4 raka’at
satu salam, akan tetapi istirahat pada setiap 4 raka’at. Setelah penjelasan
Aisyah ini maka gugurlah seluruh penafsiran terhadap Hadis 4-4 yang dilakukan
orang-orang setelahnya, karena yang mengatakan tentu lebih berhak untuk
menjelaskan apa maksud ucapannya itu.
Alasan
kedua, sesuai dengan ketetapan Rasulullah SAW. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan
Hadis bersumber dari Ibnu Umar:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ
- صلى الله عليه وسلم - عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - « صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ
صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى » . (رواه البخاري ومسلم)
Artinya:
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Shalat malam, maka
Rasulullah SAW menjawab: “Shalat malam itu dua-dua. Jika seseorang di antara
kamu khawatir kesubuhan, hendaklah ia segera menutup dengan witir satu raka’at
guna mengganjilkan Shalat yang telah ditunaikannya” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Setelah
ketetapan Rasulullah SAW ini, tidak ada alasan bagi kaum Muslimin untuk
menyalahinya dengan – misalnya – mengerjakannya 4 raka’at 1 salam.
·
Pada setiap Raka’at membaca
ayat Al Qur’an sangat panjang
Pada Hadis di atas disebutkan
bahwa Shalat malam Rasulullah SAW itu sangat bagus dan bacaannya pun sangat
panjang. Sekedar menggambarkan seperti apa panjangnya Shalat Rasulullah SAW
perhatikan Hadis berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ
الْمِائَةِ. ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّى بِهَا فِى رَكْعَةٍ فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ
بِهَا. ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا
يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ وَإِذَا مَرَّ
بِسُؤَالٍ سَأَلَ وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُولُ
« سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ ». فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ
قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ». ثُمَّ قَامَ طَوِيلاً قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ
ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ « سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى ». فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا
مِنْ قِيَامِهِ. (رواه مسلم)
Artinya: Hudzaifah
berkata:Pasa suatu malam aku Shalat
bersama Nabi SAW. Beliau membuka bacaannya (setelah Al Fatihah, pen) dengan
Surat Al Baqarah. Aku mengira beliau akan ruku’ padaayat ke 100 tetapi masih
saja dilanjutkan. Aku mengira beliau akan akan menghabiskan Surat Al Baqarah
itu dalam satu raka’at tetapi ternyata beliau melanjutkan. Kemudian beliau
mulai membaca surat An Nisa dan membacanya hingga selsesai lalu membaca surat
Ali Imran dan membacanya dengan pelan-pelan. Bila melalui ayat yang menyebutkan
tasbih, beliau pun bertasbih. Bila melalui ayat tentang permintaan (do’a)
beliau pun meminta dan bila melalui ayat tentang permohonan perlindungan
berliau memohon perlindungan. Kemudian beliau ruku’ dengan membaca “Subhana
Rabbiyal Azhim” di mana panjang ruku’nya hampir sama dengan beridrinya.
Kemudian beliau mengucapkan “Sami’allahu Liman Hamidah” lalu berdiri lama
seperti saat ruku’nya. Kemudian sujud dan membaca “Subhana Rabbiyal A’la’”
dengan sujud yang hampir sama panjangnya dengan berdirinya. (HR Muslim).
Dalam sebuah Hadis disebutkan:
عَنْ أَبِى وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ - رضى الله عنه - قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم -
لَيْلَةً ، فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ . قُلْنَا وَمَا
هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتَ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Abdullah berkata;
“Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah SAW.beliau terus saja berdiri
sampai sampai aku sempat punya angan-angan”. Kami bertanya: “Angan-angan apa?”. Abdullah menjawab: “Aku waktu itu
berangan-angan mau duduk dan membiarkan beliau shalat sendirian” (HR Al Bukhari
dan Muslim)
·
Pada setiap 4 raka’at
beliau beristirahat agak panjang.
Ini berdasarkan Hadis yang menyebutkan:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ
سَأَلَ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ
عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ
أَنْ تُوتِرَ قَالَ « تَنَامُ عَيْنِى وَلاَ يَنَامُ قَلْبِى » . (رواه البخاري
ومسلم)
Artinya: Bahwa Abu Salamah bin
Abdurrahman bertanya kepada Aisyah RA: “Bagaimanakah Shalat Rasulullah SAW pada
bulan Ramadhan ?”. Aisyah menjawab: “Baik di bulan Ramadhan maupun di luar
bulan Ramadhan Rasulullah SAW tidak pernah menambah dari 11 Raka’at. Beliau
mula mula Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus dan panjangnya
raka’at raka’at itu, kemudian Shalat empat raka’at, engkau jangan tanya bagus
dan panjangnya raka’at raka’at itu dan kemudian shalat tiga raka’at. Aku
(Aisyah) bertanya: “Ya Rasulullah,
adakah engkau tidur sebelum berwitir ?”. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
Aisyah, sesungguhnya kedua mataku terpejam, namun tidak dengan hatiku”. (HR Al
Bukhari dan Muslim).
Ini jika diasumsikan bahwa
beliau tidak membedakan bulan Ramadhan
dan bukan Ramadhan. Sebagian Ulama menyimpulkan bahwa yang dilakukan Rasulullah
SAW itu bukan termasuk Tarawih karena telah diketahui Shalat tarawih tidak
dilakukan di luar Ramadhan. Logika
pun akan mengatakan “tidak mungkin” Rasulullah SAW mengerjakan ibadah di bulan
Ramadhan sama dengan di luar Ramadhan. Kalau di luar Ramadhan beliau Shalat
malam sebanyak 11 raka’at, maka pada bulan Ramadhan mestinya lebih dari itu.
Jika tidak, untuk apakah Rasulullah SAW menyatakan: “Barangsiapa menunaikan
Qiyamullail bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan keridhoan Allah,
niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Itu sebabnya para Ulama Mujtahid tidak ada yang menggunakan Hadis 11 Raka’at
sebagai dalil Shalat Tarawih. Wallahu A’lam.
1.
Tarawih Sahabat Rasulullah
SAW.
Tarawih yang berjalan hingga hari ini di
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah dilaksanakan selepas waktu Isya
sebanyak 20 raka’at bersalam setiap 2 raka’at ditambah dengan 3 raka’at Witir
(2-1). Amaliah ini telah berjalan sejak lebih dari 1000 tahun lamanya.
Persoalannya adalah; sejak kapan Tarawih model ini dilakukan?. Menurut
keterangan beberapa Hadis dikatakan bahwa tarawih model tersebut merupakan
prakarsa Umar Ibn Al Khattab Khalifah kedua Rasulullah SAW. Laporan ini diterima dan diamalkan (artinya; diterima
sebagai informasi yg benar) oleh para Huffazh dan ahli Hadis. Namun belakangan
Hadis ini dilemahkan oleh Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Belakangan
tadh’if Albani dibantah oleh Syekh Anshori.
Kalaulah benar Hadis tersebut dha’if – seperti
kata Albani – maka muncul pertanyaan baru: Siapakah yang mula mula mengadakan
Tarawih seperti itu?. Bila tidak diketemukan sumber rujukannya, maka logika
paling sehat akan mengatakan bahwa amaliah tersebut telah ada sejak zaman
Rasulullah SAW, karena telah diketahui di dua Masjid suci tersebut belum pernah
“libur” Tarawih semenjak mula disyari’atkannya. Kesinambungan amaliah – menurut
para Ulamaseperti Ibnul Qayyim Al Jauziyah
– cukup menjadi dasar akan keabsahannya meskipun tidak ada Hadis Shahih
yang mendasarinya. Sebaliknya, bila ada satu-dua Hadis Shahih, namun menyalahi
amaliah kaum Muslimin Madinah yang sudah berjalan, maka Hadis tersebut –menurut
Imam Malik Rahimahullah – harus ditolak. Mengapa?. Karena, sebagaimana
dikatakan Rabi’ah, “Seribu dari seribu lebih aku sukai daripada satu dari satu”
(Lihat Atsar Al Hadits Asy Syarif Fi Ikhtilaf Al A’immah Al Fuqaha karya
Syekh Muhammad Awwamah halaman 85). Artinya, amaliah yang sudah dilakukan dari
generasi ke generasi oleh ribuan orang lebih patut dipercaya dari sekedar
informasi tulisan atau ucapan yang disampaikan oleh perorangan. Begitulah
tentang Tarawih ini; sejak dulu ribuan kaum Muslimin mengerjakannya 23 raka’at,
sementara dalam kitab Hadis terdapat
satu dua orang melaporkan berbeda dari itu, maka laporan itu lebih layak
diabaikan ketimbang amaliah lamanya yang ditinggalkan. Itulah sebabnya Al Imam
Asy Syafi’i Rahimahullah dan lainnya menetapkan bahwa Shalat Tarawih itu 23
raka’at dengan alasan itu yang didapati nya di tengan kaum Muslimin. Dan atas
dasar itu pula ditetapkan bahwa yang 11 Raka’at itu tidak ada kaitannya dengan
Tarawih.
2.
Tarawih Model Mutakhir.
Tarawih ini dilaksanakan selepas Shalat Isya sebanyak
11 raka’at dengan bacaan surat surat pendek. Itu artinya, baik Jumlah maupun
bacaannya tidak ada yang mengikuti salah satu dari dua Sunnah; Sunnah
Rasulullah SAW dan Sunnah Khulafa Rasyidin. Sebabnya jelas, Jika hendak mengikuti Sunnah
Rasulullah SAW, maka Shalatnya mulai jam 02.00 pagi sebanyak 11 raka’at dan
setiap raka’at dibaca minimal 50 ayat. Jika hendak mengikuti Sunnah Khalifah
Umar bin Khattab dan amaliah Ulama Salaf, maka Shalatnya ba’da Isyasebanyak 23
raka’at dengan bacaan surat surat pendek.
Jadi Sunnah siapakah yang kini kita kerjakan?. Bagaimanapun,
Alhamdu Lillah kita masih diberi kekuatan, keinginan dan kemauan untuk
menghidupkan bulan suci Ramadhan dengan beribadah. Semoga Allah menerima
pengabdian kita dan mengampuni kesalahan kita, Amin. Hasbunallah
Syarif Rahmat RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar