Di seluruh
dunia kaum Muslimin senantiasa memanjatkan do’a ketika selesai menunaikan
Shalat. Biasanya mereka mengangkat kedua tangannya kemudian mengusap muka
setelahnya. Tetapi belakangan terdapat sekelompok orang yang ketika selesai
Shalat langsung pergi. Sebagiannya lagi tetap duduk tetapi setelah itu pergi
juga tanpa berdo’a terlebih dahulu. Teman-teman mempertanyakan masalah ini.
Berikut penjelasan kami sekedar yang kami ketahui, semoga bermanfaat bagi yg
memerlukannya.
Ketahuilah
bahwa faham anti do’a setelah shalat fardu itu dimulai pada abad ke 8 melalui
fatwa Ulama besar bermadzhab Hanbali, Ibnu Taimiyah. Fatwa ini didasarkan atas
pemahaman bahwa Hadis Hadis berkenaan dengan do’a “di belakang Shalat” adalah
di akhir Shalat sebelum Salam. Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
الْأَحَادِيثُ
الْمَعْرُوفَةُ فِي الصِّحَاحِ وَالسُّنَنِ وَالْمَسَانِدِ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاتِهِ قَبْلَ الْخُرُوجِ
مِنْهَا وَكَانَ يَأْمُرُ أَصْحَابَهُ بِذَلِكَ وَيُعَلِّمُهُمْ ذَلِكَ وَلَمْ يَنْقُلْ
أَحَدٌ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا صَلَّى بِالنَّاسِ
يَدْعُو بَعْدَ الْخُرُوجِ مِنْ الصَّلَاةِ هُوَ وَالْمَأْمُومُونَ جَمِيعًا لَا فِي
الْفَجْرِ وَلَا فِي الْعَصْرِ وَلَا فِي غَيْرِهِمَا مِنْ الصَّلَوَاتِ بَلْ قَدْ
ثَبَتَ عَنْهُ أَنَّهُ كَانَ يَسْتَقْبِلُ أَصْحَابَهُ وَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيُعَلِّمُهُمْ
ذِكْرَ اللَّهِ عَقِيبَ الْخُرُوجِ مِنْ الصَّلَاةِ . فَفِي الصَّحِيحِ { أَنَّهُ كَانَ
قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ يَسْتَغْفِرُ ثَلَاثًا وَيَقُولُ : اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ
وَمِنْك السَّلَامُ تَبَارَكْت يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ } …. فَهَذَا هُوَ الَّذِي مَضَتْ بِهِ سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ مُنَاسِبٌ لِأَنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ . فَدُعَاؤُهُ
لَهُ وَمَسْأَلَتُهُ إيَّاهُ وَهُوَ يُنَاجِيهِ أَوْلَى بِهِ مِنْ مَسْأَلَتِهِ وَدُعَائِهِ
بَعْدَ انْصِرَافِهِ عَنْهُ . … (باب قراءة المعوذتين دبر كل صلاة)
Artinya:
Hadis Hadis yang dikenal dalam kitab kitab Shahih, Sunan dan Musnad Musnad
menunjukkan bahwa Nabi SAW itu biasa berdo’a “dubura Kulli Shalatin” (di
belakang setiap shalat) sebelum keluar dari Shalatnya. Beliau menganjurkan dan mengajarkan hal itu kepada
para sahabatnya. Tidak ada stu pun di antara sahabat yang menceritakan bahwa
Nabi SAW apabila mengerjakan Shalat lalu berdo’a setelah selesai daripadanya,
tidak beliau tidak pula para ma’mumnya baik shalat subuh, shalat ashar maupun
shalat lainnya. Bakan telah tetap keterangan menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
menghadap Kiblat dan berdzikir kepada Allah dan mengajarkan dzikir itu kepada
mereka setelah keluar dari shalat. Dalam Shahih disebutkan bahwasanya beliau
apabila selesai dari shalatnya membaca istighfar tiga kali lalu mengucapkan Allahumma antas
salam, waminkassalam, tabarakta ya dzal jalali wal ikram”. Inilah sunnah
Rasulullah SAW yang telah berjalan dan itulah yg sesuai karena seorang yang
Shalat itu tengah menyeru Tuhannya. Oleh karena itu berdo’a dan memohon
kepada-Nya pada saat menyeru-Nya itu lebih utama daripada memohon dan berdo’a
kepada-Nya setelah selesai darinya.
Fatwa
ini – seperti biasanya – diikuti oleh muridnya, Ibnul Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah
yang menulis:
وأما الدعاء
بعد السلام من الصلاة مستقبل القبلة أو المأمومين فلم يكن ذلك من هديه صلى الله عليه
و سلم أصلا ولا روي عنه بإسناد صحيح ولا حسن
Artinya:
Adapun berdo’a setelah salam dari Shalat menghadap Qiblat atau menghadap para
Ma’mum, maka hal itu tidak terdapat sumbernya dari petunjuk Rasulullah SAW tidak pula terdapat
Hadis yang diriwayatkan dari beliau dengan isnad Shahih ataupun Hasan.
Kehadiran
fatwa ini menghebohkan kaum Muslimin sehingga sejumlah Ulama di seluruh dunia
bangkit melakukan bantahan. Di antara mereka yang membantah adalah Al HafizhAl
Imam Ibnu Hajar Al Asqallani Rahimahullah sebagaimana dikatakan dalam kitabnya
Fathul Bari Syarah Shahih Al Bukhari:
قلت وما ادعاه من النفي مطلقا مردود فقد ثبت عن معاذ
بن جبل ان النبي صلى الله عليه و سلم قال له يا معاذ اني والله لاحبك فلا تدع دبر كل
صلاة ان تقول اللهم اعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك أخرجه أبو داود والنسائي وصححه
بن حبان والحاكم وحديث أبي بكرة في قول اللهم اني أعوذ بك من الكفر والفقر وعذاب القبر
كان النبي صلى الله عليه و سلم يدعو بهن دبر كل صلاة أخرجه احمد والترمذي والنسائي
وصححه الحاكم وحديث سعد الاتي في باب التعوذ من البخل قريبا فإن في بعض طرقه المطلوب
وحديث زيد بن أرقم سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يدعو في دبر كل صلاة اللهم ربنا
ورب كل شيء الحديث أخرجه أبو داود والنسائي وحديث صهيب رفعه كان يقول إذا انصرف من
الصلاة اللهم اصلح لي ديني الحديث أخرجه النسائي وصححه بن حبان وغير ذلك فان قيل المراد
بدبر كل صلاة قرب اخرها وهو التشهد قلنا قد ورد الأمر بالذكر دبر كل صلاة والمراد به
بعد السلام إجماعا فكذا هذا حتى يثبت ما يخالفه
Artinya:
Klaimnya yang menegasikan do’a selepas Shalat secara mutlak tertolak karena
telah tsabit Hadis bersumber dari Mu’adz bin Jabal bahwasanya Nabi Muhammad SAW
bersabda:
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ
إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ
صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
».
(hai
Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu”. Lalu beliau bersabda lagi: “Aku
berpesan kepadamu, wahai Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan do’a
setelah shalat, ucapkanlah “Ya Allah, tolonglah aku agar dapat mengingat-Mu,
berterimakasih kepada-Mu dan melakukan sebaik-baik penghambaan kepada-Mu” (HR
Abu dawud dan An Nasa’i serta dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim). Dan
Hadis Abu Bakrah di mana Nabi SAW membaca di belakang Shalatnya:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ
وَعَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya
Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mua dari kekufuran, kefakiran dan siksa
kubur” Diriwayatkan oleh Ahmad, At
Tirmidzi dan An Nasa’i dan dishahihkan oleh Al Hakim.....dan Hadis Shuhaib yang
dimarfu’kannya dimana dikatakan bahwa Rasulullah SAW apabila telah selesai dari
Shalatnya membaca:
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي
“Ya
Allah pwerbaikilah untukku agamaku..” dst yang diriwayatkan oleh An Nasa’i dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Dan Hadis-Hadis lainnya. Jika dikatakan bahwa
yang dituju dengan “dubura kulli Shaltin” (di belakang setiap Shalat)
adalah menjelang akhir shalat yaitu pada saat tasyahhud, maka kami katakan (itu
tidak tepat sebab, pen) telah terdapat perintah untuk berdzikir “dubura
Kulli Shatin” (di belakang setiap Shalat) dan yang dituju adalah setelah
salam menurut kesepakatan Ulama. maka yang dituju dengan “dubura kulli
Shalatin” (di belakang setiap Shalat) berkenaan dengan do’a pun harus
dipahami seperti itu juga (setelah
salam) selama tidak ada dalil yang menyalahinya.
Setelah
penjelasan Al Hafizh ini nampaknya para Ulama Wahhabi yang mengikuti Ibnu
taimiyah agak sedikit kebingungan, maka mereka mengeluarkan Fatwa lagi yang
isinya adalah:
والمتأمل
في هذه المسألة يتبين له: أن ما قيد بدبر الصلاة إن كان ذكراً فهو بعدها، وإن كان دعاء
فهو في آخرها. (رقم 570 الذكر الجماعي)
Artinya:
Orang yang merenungkan masalah ini akan nampak padanya bahwa yang dituju dengan
“di belakang shalat” jika berupa dzikir, maka maksudnya setelah selesai Shalat.
Namun jika berupa do’a, maka maksudnya adalah di akhir shalat (tasyahhud, pen).
Menurut
analisa kami pendapat yang meniadakan do’a (atau melarang berdo’a) selepas
Shalat tidaklah dapat dibenarkan, karena:
Pertama,
sesungguhnya semua ibadah baik itu shalat maupun lainnya merupakan pengabdian
yang masuk dalam firman Allah “Iyyaka Na’budu” yang diperintahkan
Allah. Sedangkan berdo’a setelahnya
merupakan pelaksanaan dari “Iyyaka Nasta’in”. Memanjatkan do’a setelah
menunaikan perintah Allah adalah wujud pengamalan ayat ini. Sedangakn melarang
memanjatkan do’a setelah beribadah (termasuk Shalat) adalah justru
menyalahinya.
Kedua,
Rasulullah SAW biasa berdo’a setelah Shalat sebagaimana disebutkan Al Hafizh
Ibnu Hajar Al Asqallani Rahimahullah di atas.Selain Hadis di atas terdapat Hdis
lain di antaranya:
مُحَمَّدُ
بن أَبِي يَحْيَى، قَالَ: رَأْيَتُ عَبْدَ اللَّهِ بن الزُّبَيْرِ، وَرَأَى رَجُلًا
رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو قَبْلَ أَنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهَا،
قَالَ:"إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ
يَرْفَعُ يَدَيْهِ، حَتَّى يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ". (رواه الطبراني في
الكبير)
Artinya:
Muhammad bin Yahya berkata: Aku pernah melihat Abdullah bin Az Zubair ketika
melihat seseorang berdo’a mengangkat kedua tangannya sebelum selesai shalatnya.
Ketika telah selesai, Abdullah bin Az Zubair berkata:”Sesungguhnya Rasulullah
SAW tidak pernah mengangkat tangannya sebelum
selesai Shalatnya” (HR Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir)
Hadis
ini dinyatakan dalam Majma’ Az Zawa’id dengan:
رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح غير عمار بن خالد الواسطي وهو ثقة.
Artinya:
Hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani. Rijal Hadis ini adalahRijal Hadis
Shahih kecuali Ammar bin Khalid dan dia ini Tsiqat (kredibel).
Ketiga,
sekiranya berdo’a setelah shalat tidak dibenarkan dengan alasan di dalam Shalat
lebih utama, maka akan tidak baik pula berdo’a sebelum shalat. Padahal
Rasulullah SAW biasa berdo’a sebelum Shalat sebagaimana yang beliau lakukan
pada Shalat Istisqa.
Keempat,
bila do’a setelah Shalat dilarang – dan hanya dibenarkan di dalam Shalat – ini
akan sangat berbahaya, sebab akan melahirkan faham tidak ada do’a di luar
Shalat secara mutlak. Padahal Rasulullah SAW biasa berdo’a di mana dan kapan
saja sebagaimana telah diketahui secara umum.
Kelima, setiap orang memiliki keinginan tersendiri
yang berbeda dari lainnya. sementara Shalat telah ditentukan segala bacaan dan
do’anya. Benar, dalam shalat itu pun
dianjurkan agar kita memperbanyak do’a di luar yg telah baku. Tetapi jika
memakan waktu yg panjang akan lebih baik dilakukan saat shalat menyendiri. Kesempatan
itu adalah di luar shalatnya bersama Imam.
Tulisan
ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan siapa pun. Tetapi adalah kewajiban
setiap orang yg mengetahui untuk meyakinkan saudaranya akan kebenaran
amaliahnya. Setelah itu, terserah masing masing hendak ikut yang mana. Hasbunallah.
Syarif
Rahmat RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar