Kaum Muslimin
seluruh dunia sepakat bahwa sebaik-baik kitab setelah Al Qur’an adalah kitab
Hadis karya Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari atau Al Imam
Al Bukhari yang lazim disebut dengan Shahih Al Bukhari atau Shahih Bukhari. Hal
itu mengingat ketelitian dan ketatnya persyaratan yang ditetapkan oleh Al
Bukhari dalam menyeleksi Hadis. Tetapi
tahukah kita kalau ternyata Al Imam Al Bukhari dimasukkan ke dalam aliran sesat
oleh satu golongan?. Berikut penjelasannya.
Telah
diketahui bahwa Al Qur’an adalah Firman Allah bukan makhluk. Ini menurut
kesepakatan Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Tetapi ketika berbicara tentang
penulisan Mushaf Al Qur’an dan pembacaan Al Qur’an yang telah menggunakan suara
dan lisan manusia, apakah hal tersebut juga bukan makhluk?. Di sinilah
persoalan baru muncul. Bagi Imam Ahmad bin Hanbal, membicarakan masalah ini
tidak ada artinya. Oleh karena itu ia cenderung tidak melanjutkan pembahasan.
Beliau hanya mengatakan “Al Qur’an Kalamullah bukan Makhluk”. Tetapi Al Imam Al
Bukhari cenderung “melayani” tema kedua. Menurutnya, Al Qur’an adalah firman
Allah dan bukan makhluk. Tetapi pengucapan lafazh lafazh Al Qur’an menggunakan
mulut dan terdengar suaranya adalah makhluk. Mengapa? Karena lidah, suara,
huruf dan bahasa Arab adalah makhluk, bukan Tuhan. Nah, untuk mempertahankan
Aqidahnya ini Al Imam Al Bukhari menyusun sebuah kitab berjudul “Khalqu Af’al
Al Ibad” yang berarti “Penciptaan
perbuatan hamba” atau “kemakhlukan perbuatan hamba”. Bila kita renungkan kedua
Ulama besar ini (Imam Ahmad dan Imam Bukhari) tidak ada masalah dan kedua
mereka benar adanya.
Tetapi
belakangan terdapat sekelompok orang penganut dari satu aliran yang bertindak
gegabah sehingga dengan mudahnya mengatakan:
اهل الجاهلية يتفاوتون
في التكذيب بايات الله... ومنهم من يقول ان القران مخلوق لفظه ومعناه او ان الفاظه
مخلوقة دون معناه كالاشاعرة. وهذا تكذيب بالقران. فمن قال ان القران مخلوق لفظه
ومعناه كما تقول الجهمية او قال ان لفظه مخلوق واما معناه فمن الله فهذا ايضا كفر.
الا ان يكون متأولا فيكةن ضلالا لان القران كلام الله عز وجل لفظه ومعناه حروفه
ومعانيه كله كلا م الله سبحانه وتعالى.
ليس كلام الله الحروف دون المعاني ولا المعاني دون الحروف
Artinya:
“Orang orang Jahiliyah itu bertingkat tingkat pengingkarannya terhadap
ayat-ayat Allah….Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu
makhluk baik lafazh maupun maknanya atau mengatakan “Lafazh lafazh Al Qur’an
itu makhluk sedangkan maknanya bukan makhluk seperti pendapat Ulama
Asy’ariyyah. Ini adalah pendustaan terhadap Al Qur’an. Oleh karena itu
barangsiapa berpendapat bahwa Al Qur’an itu baik lafazhnya maupun maknanya itu
makhluk – sebagaimana pendapat kaum Jahmiyah – atau berpendpat bahwa lafazh Al
Qur’an itu makhluk sedangkan maknanya itu dari sisi Allah, ini pun kekufuran,
kecuali jika pelakunya itu seorang Muqallid atau menta’wilkan, maka itu
hanyalah kesesatan (bukan kekufuran, pen) karena Al Qur’an itu firman Allah
Azza Wajalla baik lafazhnya, maknanya, hurufnya maupun maknanya, semuanya
firman Allah Subhanahu Wata’ala. Kalamullah itu bukan hanya hurufnya saja bukan
pula maknanya saja”. (Lihat Syarh Masa’il Al Jahiliyah ditulis oleh Syekh Shalih
Fauzan bin Abdullah Al Fauzan halaman
170).
Dari ungkapannya ini
jelas bahwa penulis ingin mengatakan Kafirnya orang yang menganggap bahwa suara
bacaan dan tulisan Al Qur’an itu makhluk. Dengan kaidahnya ini maka Al Imam Al
Bukhari dan para
Ulama yang
mengikuti atau sepaham dengannya adalah Kafir keluar dari Islam. Adakah si
Penulis berkebangsaan Saudi Arabia ini memperhitungkan dampak tulisannya itu ?.
Masalah lain
yang menjadi perbincangan Ulama adalah masalah Ta’wil ayat ayat Mutasyabihat.
Masalah ini sebenarnya masalah Furu’ Al
Aqidah yang tidak membawa konsekwensi kemusliman dan kekufuran seseorang.
Artinya, kaum Muslimin yang melakukan ta’wil – yaitu mayoritas Ulama – ataupun
yang tidak melakukannya – seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab dan kaum Wahhabi – keduanya tidak boleh
dikafirkan, sebab hal itu hanya merupakan sebuah upaya memahami pesan ayat atau
Hadis yang disandarkan kepada daya serap manusia. Tetapi belakangan ini
sekelompok orang bertindak secara ekstrim dengan menisbatkan kesesatan kepada
mayoritas Ummat Islam yang acapkali melakukan Ta’wil.
Di antara
Ulama yang setuju dengan Ta’wil adalah Al Imam Al Bukhari. Itu sebabnya dalam
Shahihnya beliau Rahimahullah mencantumkan pemahaman model ini. Sebagai missal
ketika membicarakan firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Qashash ayat 88:
(Tulisan 2)
كل شيئ هالك الا وجهه (القصص:88)
Artinya: “Segala
sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya” (Al Qashash:88)
Berkenaan
ayat ini Al Bukhari mencantumkan dalam Shahihnya:
كل شيئ هالك الا
وجهه. الا ملكه. ويقال الا ما اريد به وجه الله
Artinya:
“Segala sesuatu akan binasa kecuali
wajah-Nya”, maksudnya adalah “Kecuali kekuasaan-Nya. Dan ada pendapat lain yang
mengatakan “Kecuali yang ditujukan untuk mendapatkan balasan Allah”. (Lihat
Shahih Al Bukhari Juz 3 halaman 171).
Apa yang
dilakukan Al Bukhari di atas jelas merupakan Ta’wil terhadap firman Allah. Ini
berarti Akidah Imam Al Bukhari sama dengan Akidah mayoritas Ummat Islam.
Ketika sudah
jelas adanya Ta’wil Al Bukhari ini, seorang Ulama Wahhabi Syekh Muhammad
Nashiruddin Al Albani, konon pernah berkomentar:
هذا لايقولها مسلم
مؤمن
“Ini tidak
akan dilakukan oleh seorang pun Muslim yang benar benar beriman”.
Pada
kesempatan lain ia mengatakan:
ننزه الامام
البخاري ان يؤول هذه الاية وهو امام في الحديث و في الصفات وهو سلفي العقيدة
والحمد لله
“Kita membersihkan Al Imam Al Bukhari dari
menta’wilkan ayat ini karena ia adalah seorang Imam dalam bidang Hadis dan
Shifat Shifat Allah dan dia itu berakidah Salaf. Segala puji bagi Allah” (Lihat
kitabnya Fatawa Syekh Albani halaman
523 via tabyin Dhalalat Al Albani
halaman 47).
Dua hal dapat kita
petik dari ucapan Albani ini; Pertama, ia mengingkari adanya teks tersebut
dalam Shahih Al Bukhari. Padahal dalam cetakan mana pun Shahih Al Bukhari
mencantumkan kalimat Ta’wil ini.
Apakah ada
kaitannya antara fakta seperti ini dengan upaya Albani membuat “Ringkasan”
kitab kitab Hadis termasuk “Mukhtashar Shahih
Al Bukhari” (Ringkasan Shahih Al Bukhari) ?. Wallahu A’lam.
Kedua, Albani
menisbatkan kata “sesat” kepada orang yang menta’wilkan ayat ayat mutasyabihat.
Dan dari pemikiran ini dapat disimpulkan bahwa – berdasarkan kaidah Albani –
berarti Al Imam Al Bukhari adalah
penganut “aliran sesat”. Banyak orang yang secara tidak sadar mengikuti Akidah
ini karena menganggap bahwa segala yang dating dari Timur Tengah khususnya Kerajaan
keluarga Saud adalah kebenaran. Mereka tidak tahu bahwa aliran yang ada saat
ini di negeri tersebut, baru ada sekitar tiga abad yang lalu. Bagi orang-orang
yang hidup setelah keduanya tentu
dipersilahkan memilih dengan pikiran
jernih; manakah di antara Al Imam Al Bukhari (Wafat tahun 256 H) yang
bermadzhab Syafi’i dalam bidang Fiqh itu dan Syekh Albani (wafat tahun 1420 H
bertepatan dengan tahun 1999) yang bermadzhab Wahhabi itu yang lebih layak
dianugerahi gelar “sesat” ?. alangkah baiknya bila kita terbiasa menahan diri
dari segala ucapan yang hanya akan merusakkan persaudaraan. Kalaulah tiodak
dimulai, niscaya kami tidak akan menampilkan apa pun yang saat ini kami
kemukakan. Hasbunallah.
Syarif Rahmat
RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar