اِذَا اُطْلِقَ اَهْلُ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِ لْاَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّّةُ
“Jika disebutkan kata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka maksudnya adalah para
pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi” (Al ‘Allamah As Sayyid Muhammad bin
Muhammad Al Husaini Az Zabidi dalam Itthihaf
As sadat Al Muttaqin Syarah Ihya Ulum Ad Din).
Pertanyaan: “Pak Kyai, Abul Hasan Al Asy’ari pernah menulis Kitab “Al
Ibanah Fi Ushulid diyanah” apa benar?” (dari 085228202302 tgl 16 Januari 2010)
Jawaban:
Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa para Ulama terdahulu
– sejak abad ketiga hingga sebelum datangnya Ibnu Taimiyah – pada umumnya
apabila disebut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka yang mereka tuju adalah
para pengikut Al Imam Abul Hasan Al Asy’ari (Wafat tahun 324 H) dan Imam Abu
Manshur Al Maturidi (Wafat tahun 333 H). Demikian pula hingga saat ini
mayoritas Ulama menganggap bahwa para penganut Theologi Asy’ari inilah yang
disebut Ahlsu Sunnah Wal Jama’ah. Sebut
saja tokoh tokoh Ahli Tafsir seperti Al Imam Al Qurtubi dan Al Imam Jalaluddin
As Suyuthi atau seperti para penyusun kitab Hadis seperti Al Imam Al Baihaqi
atau para Hafizh semisal Al Imam Ibnu Hajar Al Asqallani atau Ulama Fiqh
seperti Al Imam An Nawawi atau ahli
Tasawwuf seperti Al Ghazali dan Mujahid seperti Shalahuddin Al Ayyubi,
mereka semua adalah penganut Madzhab Asy’ari. Namun semenjak kedatangan Ibnu
Taimiyah (Wafat tahun 728 H) gelar Ahlus
Sunnah dicoba “direbut” dan dinisbatkan kepadanya. Ini fakta sejarah yang tidak
seorang pun mengingkarinya. Karena “pengambil alihan” inilah maka dipandang
wajar apabila mayoritas Ulama menganggap bahwa Ibnu Taimiyah itu bukan Ahlus
Sunnah karena ia menyimpang dari konsep Akidah Asy’ariyah yang merupakan anutan
pada umumnya Ummat Islam. Pada masa berikutnya konsep Ibnu Taimiyah ini diikuti
oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (Wafat tahun 1206 H) yang telah kita bicarakan
sekilas pada tulisan yang lalu. Sekali lagi kami tidak akan pernah melibatkan
diri lebih jauh mana yang lebih berhak menggunakan label tersebut. Memang karena kepandaiannya, negara lain mengklaim
sebagai pemilik hak paten tempe, padahal Bangsa Indonesia-lah yang pertama
memproduksinya karena jauh sebelum bangsa mana pun membuat, bangsa Indonesia
telah terlebih dahulu mengkonsumsinya.
Tentang masalah kitab “Al Ibanah”. Al Imam Al Asy’ari memang menulis banyak kitab
seperti Maqalat Islamiyyin, Al Luma’
Fi Ar Radd ‘Ala Ahl Az Zaigh Wa Al Bida’, Ar Radd ‘Ala Al Mujassimah, Risalah
Fi Al Iman, Imamat Ash Shiddiq, Maqalat Al Mulhidin, Al Asma Wa Al Ahkam
dan lainnya – menurut Az Zarkali mencapai lebih kurang 300 judul kitab – salah satunya adalah kitab Al Ibanah,
nama lengkapnya Al Ibanah ‘An Ushul Ad Diyanah. Namun mengenai kitab ini terdapat sekurang-kurangnya
dua versi yang sedikit agak berbeda.
Adapun para penganut aliran Wahhabi ketika berbicara tentang Al
Imam Al Asy’ari – sepengetahuan kami – memiliki target tersendiri berbeda
dengan yang biasa dilakukan Ummat Islam pada umumnya. Berpijak kepada pemikiran
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, mereka mengecap Al Imam dan para pengikutnya sebagai penganut
aliran sesat. Dan berkaitan dengan kitab Al Ibanah itu mereka pun
mempergunakan naskah yang tidak sama dengan yang diakui outentisitasnya oleh
kalangan Ummat Islam yang mengaku sebagai Asy’ariyah, tentu saja untuk menopang
madzhabnya. Setelah itu mereka berkata: “Madzhab
kamilah yang benar dan Asy’ariyah itu sesat menyesatkan”. Atau pada
kesempatan lain “Imam Asy’ari telah telah melalui tiga tahap pemikiran dan
pada akhirnya rujuk kepada Madzhab Salaf” (dan yang dimaksud Salaf dalam
versi ini adalah memberikan pemaknaan terhadap segala ayat mutasyabihat dengan
padanan katanya seperti yang dilakukan teman teman Wahhabi, bukan Salaf Ulama
generasi terdahulu yang cenderung membiarkan ayat tersebut apa adanya). Kami
berharap mudah-mudahan anda tidak termasuk dalam kategori seperti ini. Terlepas
mana di antara kedua naskah tersebut yang akurat, namun menurut kami, sikap
paling adil bila ingin mengetahui suatu
ajaran, adalah dengan merujuk kepada
para murid atau pengikutnya. Hal ini agar tidak ada manipulasi atau kesalahan
memahami. Adalah tidak bijaksana kita mengkaji kitab kitab Asy’ari melalui
teman teman Wahhabi sebab sejak semula mereka adalah penentangnya.
Sebagaimana juga bukan pada tempatnya kita mengaji kitab kitab Wahhabi
kepada orang-orang Asy’ariyah yang sejak semula
tak pernah mengenalnya. Jadi, jika anda ingin mengetahui seperti apa
kira kira konsep Teologi Asy’ari atau Asya’irah, bertanyalah kepada Ulama kaum
Muslimin yang memiliki hubungan perguruan kepada Asy’ari, dan jika ingin
terhindar dari kesalahan memahami kitab
kitab Imam Ahmad, bertanyalah kepada orang-orang yang kredibel dan memiliki jalur perguruan kepada
Imam Ahmad. Memang sangat disesalkan sekarang banyak orang yang menggunakan
nama Ulama tapi justru untuk menghinakan dan menyalah-nyalahkan para pengikut
Ulama tersebut, seolah olah para penghina itu lebih tahu tentang madzhab Ulama
tadi. Seperti sebuah Yayasan di Bogor, menggunakan nama Ulama Fiqh anutan
bangsa Indonesia tetapi isi kegiatan dan tulisan-tulisannya justru untuk
menghakimi para Ulama di lingkungan Madzhab Ulama tadi. Anda – Insya Allah –
mengetahui karena Yayasan tersebut pun didukung oleh sebuah Kerajaan di Timur
Tengah.
Kisah tahrif kitab kitab Ulama telah berlangsung
cukup lama dilakukan orang-orang yang membenci atau iri kepada mereka. Para
“pemalsu” itu seolah-olah “mewakili” para penulis kitab, padahal sejatinya
ingin menghancurkan kredibilitasnya. Akibat dari kejahatan ilmiyah tersebut,
tidak sedikit Ulama yang menjadi bahan gunjingan kaum Muslimin bahkan di antara
mereka ada yang digelari sebagai Kafir Zindik, Na’udzu Billah. Hingga
hari ini pun “kegiatan” seperti itu masih berlangsung baik di kalangan orang
asing maupun orang Indonesia. Semoga anda tidak menuntut kami membuktikan
pernyataan ini lebih jauh agar niat baik ini tidak berubah menjadi petaka di
kemudian hari. Kami hanya menganjurkan: Bila membaca satu judul kitab,
usahakanlah anda membacanya dari beberapa naskah atau penerbit. Setelah itu
bertanyalah kepada para pengikutnya, niscaya anda akan menemukan informasi
kebenaran.
Jadi kesimpulan kami, Al Imam Al Asy’ari yang merupakan
Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu memang menulis kitab Al Ibanah,
tetapi bagaimana isi kitab tersebut, tanyakanlah kepada para pengikutnya. Bila
setelah ini kita masih saja menilai Imam Asy’ari melalui orang-orang yang
“anti” terhadap beliau Rahimahullah. Wallahu A’lam
Pernyataan: QUM ? Cape deeeh !!!!!!!! (081382227222 Tgl
18 Januari 2010)
Tanggapan: Semoga keletihan anda menjadi ibadah di
hadapan Allah, Amin. Barangkali keletihan anda itu akibat komentar kami
terhadap pikiran atau (maaf) kelakuan madzhab yang anda anut, kami dengan
rendah hati memohon maaf. Tetapi zinkanlah kami juga mengusulkan kepada anda
dua hal.
Pertama, beritahukan kepada teman taman anda dari
kalangan Wahhabi agar menghentikan provokasi terhadap kaum Muslimin
karena cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan kesabarannya. Kami khawatir
bila kata sesalan atau kekcewaan mereka suatu hari berubah menjadi tindakan
yang tidak menggembirakan siapa pun. Sungguh mereka sudah cukup bersabar
bertahun tahun dihinakan amaliahnya, mereka disesatkan, dibid’ahkan bahkan
dimusyrikkan. Tahukah anda bahwa apa yang mereka lakukan tak lebih dari sekedar
mengikuti pendapat mayoritas Ulama?. Mereka tidak menuntut agar para tokoh
Wahhabi mengembalikan bangunan Masjid As Sayyid Ali Al ‘Uraidhi, cucu
Rasulullah SAW. Mereka tidak meminta agar bukit Uhud serta Masjid Sayyidina
Hamzah dikembalikan apa adanya walaupun sejatinya hati mereka kecewa. Mereka
pun tidak pernah menuntut agar mereka mengembalikan keberadaan tempat kelahiran
Nabi sebagaimana adanya sebelum Negara direbut oleh Kerajan keluarga Saud ?.
bahkan mereka pun tidak berdemo di depan Ka’bah ketika – entah apa dalihnya –
Kerajaan keluarga Saud itu menutup Sumur Zamzam. Adakah luka hati Ummat Islam
akan dilanjutkan di negeri yang kita cintai ini?. Bila teman teman Wahhabi
menghentikan sikap arogannya, Insya Allah kami juga akan berhenti menulsi
tentang mereka. Tetapi selama mereka masih terus menghujat amaliah kaum
Muslimin Indonesia, Insya Allah kami akan memberikan klarifikasi melalui media
tulisan ini agar saudara saudara kami tahu jalan sebenarnya. Kesemuanya itu
agar tidak ada yang terluka dan bila terluka, biarlah kami yang mengobatinya
meskipun hanya berupa “ramuan tradisional”.
Kedua, balajarlah untuk bersikap bijaksana dengan cara
banyak membaca. Pelajarilah madzhab madzhab lain agar pikiran anda menjadi
jernih dan dada anda semakin lapang. Masuklah ke Perpustakaan besar, jumpailah
para Ulamanya. Jangan hanya bertemu orang-orang yang membatasi bacaannya dengan
buku-buku Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Al Albani, Bin Baz, Utsaimin, Baklar Abu
Zaid, At Tuwaijiri, As Sa’di, Al Jibrin, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i dan
kelompoknya. Bacalah pula karya karya Hasan Al Banna, Yusuf Al Qaradhawi,
Sayyid Qutub, Sa’id Hawwa dan komunitasnya. Jangan ketinggalan pula anda
mambaca karya karya Syekh Muhammad Zahid Al Kautsari, Syekh Maulana Zakariyya
Al Kandahlawi, Syekh Mahmud Syaltut, Syekh Ali Jum’ah, Al Hafizh Abdullah Al
Harari, Syekh Muhammad Shiddiq Al Ghumari, Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki,
Habib Muhdhar serta para Ulama yang sejalan dengan mereka. Ikhlaskan hati anda
untuk menerima bimbingan para Ulama Shalihin tadi. Bila ternyata ada di antara kita – maaf bukan
anda – yang kurang memahami kitab kitab berbahasa Arab, silahkan membaca
buku-buku Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hartono Ahmad Jaiz, Adian Husaini
dari kelompok Wahhabi, tetapi bacalah pula buku-buku karya KH Siradjuddin
Abbas, KH Muhammad Syafi’i Hadzami, KH Ali Maksum, KH Bisyri Mustofa, KH Muhyiddin
Abdus Shomad dan lainnya dari kalangan Asy’ariyah.
Setelah anda membaca semuanya, mohonlah petunjuk kepada Allah agar Dia
membimbing anda menemukan jalan kebenaran serta arah keselamatan. Dengan cara
ini, Insya Allah anda menjadi orang yang bijaksana tidak tenggelam dalam
madzhab uring-uringan menjajakkan “Bid’ah” dan “Sesat” ke sana kemari. Wama
Taufiqi Illa Billah.
Pernyataan: “.........Hal ini
karena telah menjadi ketetapan para Imam Salafush Sholeh bahwa setiap pendapat
dan perbuatan manusia harus ditimbang dengan Nash (Al Qur’an & Sunnah)
& Ijma’. Siapapun yang sesuai dengan Nash & Ijma’ maka diterima darinya
dan yang bertentangan dengan salah satu dari keduanya, maka harus ditolak !
hatta pendapat dari Imam Ibnu Qayyim
sendiri atau Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ibnu Hajar, An Nawawi, Ibnu
Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Nashiruddin Al Albani, Utsaimin, Bin Baz,
KH Ali Yafie, KH Sahal mahfuzh, Guru Besar Prof DR Quraish Shihab, Prof KH Ali
Musthofa dll. Bagaimana jika pendapat dan perbuatan itu dari seorang KH Syarif
Rhm..?. Wallohu A’lam ((081382227222 tgl 18 januari 2010).
Tanggapan: Anda benar., semua yang anda sebutkan namanya tidak
wajib diikuti manakala menyalahi Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’ Ulama, apalagi yang
namanya disebut terakhir. Tapi bagaimana dengan pernyataan Al Imam Abdul Wahhab
Asy Sya’rani yang mengatakan:
وَاَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ سَلَفًا وَخَلَفًا عَلَى اسْتِحْبَابِ
ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى جَمَاعَةً فِي الْمَسَاجِدِ وَغَيْرِهَا مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ
اِلَّا اِنْ شَوَّسَ ذِكْرُهُمْ باِلذِّكْرِ عَلَى نَائِمٍ اَوْ مُصَلٍّ اَوْ قَارِئٍ
اَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مُقَرَّرٌ فِيْ كُتُبِ الْفِقْهِ.
Artinya: Para
Ulama Salaf maupun Khalaf telah Ijma’ (konsensus) atas Sunnahnya
Dzikrullah secara berjama’ah baik di Masjid Masjid ataupun
lainnya tanpa ada seorang pun yang mengingkarinya, kecuali jika dengan
dzikirnya itu mereka mengganggu orang yang tidur, orang yang shalat atau orang
yang sedang membaca Al Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqh.
(Kitab Al Anwar Al Qudsiyah halaman 31).
Semoga Allah
menganugerahi kita semua pengetahun dan kebijaksanaan. Allahumma Amin.
H. Syarif
Rahmat RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar