http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Rabu, 14 November 2012

IMAM ASY’ARI


اِذَا اُطْلِقَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِ لْاَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّّةُ
“Jika disebutkan kata Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka maksudnya adalah para pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi” (Al ‘Allamah As Sayyid Muhammad bin Muhammad  Al Husaini Az Zabidi dalam Itthihaf As sadat Al Muttaqin Syarah Ihya Ulum Ad Din).
Pertanyaan: “Pak Kyai, Abul Hasan Al Asy’ari pernah menulis Kitab “Al Ibanah Fi Ushulid diyanah” apa benar?” (dari 085228202302 tgl 16 Januari 2010)
Jawaban:
Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa para Ulama terdahulu – sejak abad ketiga hingga sebelum datangnya Ibnu Taimiyah – pada umumnya apabila disebut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka yang mereka tuju adalah para pengikut Al Imam Abul Hasan Al Asy’ari (Wafat tahun 324 H) dan Imam Abu Manshur Al Maturidi (Wafat tahun 333 H). Demikian pula hingga saat ini mayoritas Ulama menganggap bahwa para penganut Theologi Asy’ari inilah yang disebut Ahlsu Sunnah Wal Jama’ah.  Sebut saja tokoh tokoh Ahli Tafsir seperti Al Imam Al Qurtubi dan Al Imam Jalaluddin As Suyuthi atau seperti para penyusun kitab Hadis seperti Al Imam Al Baihaqi atau para Hafizh semisal Al Imam Ibnu Hajar Al Asqallani atau Ulama Fiqh seperti Al Imam An Nawawi atau ahli  Tasawwuf seperti Al Ghazali dan Mujahid seperti Shalahuddin Al Ayyubi, mereka semua adalah penganut Madzhab Asy’ari. Namun semenjak kedatangan Ibnu Taimiyah  (Wafat tahun 728 H) gelar Ahlus Sunnah dicoba “direbut” dan dinisbatkan kepadanya. Ini fakta sejarah yang tidak seorang pun mengingkarinya. Karena “pengambil alihan” inilah maka dipandang wajar apabila mayoritas Ulama menganggap bahwa Ibnu Taimiyah itu bukan Ahlus Sunnah karena ia menyimpang dari konsep Akidah Asy’ariyah yang merupakan anutan pada umumnya Ummat Islam. Pada masa berikutnya konsep Ibnu Taimiyah ini diikuti oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (Wafat tahun 1206 H) yang telah kita bicarakan sekilas pada tulisan yang lalu. Sekali lagi kami tidak akan pernah melibatkan diri lebih jauh mana yang lebih berhak menggunakan label tersebut. Memang  karena kepandaiannya, negara lain mengklaim sebagai pemilik hak paten tempe, padahal Bangsa Indonesia-lah yang pertama memproduksinya karena jauh sebelum bangsa mana pun membuat, bangsa Indonesia telah terlebih dahulu mengkonsumsinya.
Tentang masalah kitab “Al Ibanah”.  Al Imam Al Asy’ari memang menulis banyak kitab seperti  Maqalat Islamiyyin, Al Luma’ Fi Ar Radd ‘Ala Ahl Az Zaigh Wa Al Bida’, Ar Radd ‘Ala Al Mujassimah, Risalah Fi Al Iman, Imamat Ash Shiddiq, Maqalat Al Mulhidin, Al Asma Wa Al Ahkam dan lainnya – menurut Az Zarkali mencapai lebih kurang 300 judul kitab –  salah satunya adalah kitab Al Ibanah, nama lengkapnya Al Ibanah ‘An Ushul Ad Diyanah. Namun  mengenai kitab ini terdapat sekurang-kurangnya dua versi yang sedikit agak berbeda.  
Adapun para penganut aliran  Wahhabi ketika berbicara tentang Al Imam Al Asy’ari – sepengetahuan kami – memiliki target tersendiri berbeda dengan yang biasa dilakukan Ummat Islam pada umumnya. Berpijak kepada pemikiran Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, mereka mengecap  Al Imam dan para pengikutnya sebagai penganut aliran sesat. Dan berkaitan dengan kitab Al Ibanah itu mereka pun mempergunakan naskah yang tidak sama dengan yang diakui outentisitasnya oleh kalangan Ummat Islam yang mengaku sebagai Asy’ariyah, tentu saja untuk menopang madzhabnya.  Setelah itu mereka berkata: “Madzhab kamilah yang benar dan Asy’ariyah itu sesat menyesatkan”. Atau pada kesempatan lain “Imam Asy’ari telah telah melalui tiga tahap pemikiran dan pada akhirnya rujuk kepada Madzhab Salaf” (dan yang dimaksud Salaf dalam versi ini adalah memberikan pemaknaan terhadap segala ayat mutasyabihat dengan padanan katanya seperti yang dilakukan teman teman Wahhabi, bukan Salaf Ulama generasi terdahulu yang cenderung membiarkan ayat tersebut apa adanya). Kami berharap mudah-mudahan anda tidak termasuk dalam kategori seperti ini. Terlepas mana di antara kedua naskah tersebut yang akurat, namun menurut kami, sikap paling adil  bila ingin mengetahui suatu ajaran, adalah dengan merujuk  kepada para murid atau pengikutnya. Hal ini agar tidak ada manipulasi atau kesalahan memahami. Adalah tidak bijaksana kita mengkaji kitab kitab Asy’ari melalui teman teman Wahhabi sebab sejak semula mereka adalah penentangnya. Sebagaimana juga bukan pada tempatnya kita mengaji kitab kitab Wahhabi kepada orang-orang Asy’ariyah yang sejak semula  tak pernah mengenalnya. Jadi, jika anda ingin mengetahui seperti apa kira kira konsep Teologi Asy’ari atau Asya’irah, bertanyalah kepada Ulama kaum Muslimin yang memiliki hubungan perguruan kepada Asy’ari, dan jika ingin terhindar dari  kesalahan memahami kitab kitab  Imam Ahmad, bertanyalah  kepada orang-orang yang kredibel dan memiliki jalur perguruan kepada Imam Ahmad. Memang sangat disesalkan sekarang banyak orang yang menggunakan nama Ulama tapi justru untuk menghinakan dan menyalah-nyalahkan para pengikut Ulama tersebut, seolah olah para penghina itu lebih tahu tentang madzhab Ulama tadi. Seperti sebuah Yayasan di Bogor, menggunakan nama Ulama Fiqh anutan bangsa Indonesia tetapi isi kegiatan dan tulisan-tulisannya justru untuk menghakimi para Ulama di lingkungan Madzhab Ulama tadi. Anda – Insya Allah – mengetahui karena Yayasan tersebut pun didukung oleh sebuah Kerajaan di Timur Tengah.
Kisah tahrif kitab kitab Ulama telah berlangsung cukup lama dilakukan orang-orang yang membenci atau iri kepada mereka. Para “pemalsu” itu seolah-olah “mewakili” para penulis kitab, padahal sejatinya ingin menghancurkan kredibilitasnya. Akibat dari kejahatan ilmiyah tersebut, tidak sedikit Ulama yang menjadi bahan gunjingan kaum Muslimin bahkan di antara mereka ada yang digelari sebagai Kafir Zindik, Na’udzu Billah. Hingga hari ini pun “kegiatan” seperti itu masih berlangsung baik di kalangan orang asing maupun orang Indonesia. Semoga anda tidak menuntut kami membuktikan pernyataan ini lebih jauh agar niat baik ini tidak berubah menjadi petaka di kemudian hari. Kami hanya menganjurkan: Bila membaca satu judul kitab, usahakanlah anda membacanya dari beberapa naskah atau penerbit. Setelah itu bertanyalah kepada para pengikutnya, niscaya anda akan menemukan informasi kebenaran.
Jadi kesimpulan kami, Al Imam Al Asy’ari yang merupakan Imam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu memang menulis kitab Al Ibanah, tetapi bagaimana isi kitab tersebut, tanyakanlah kepada para pengikutnya. Bila setelah ini kita masih saja menilai Imam Asy’ari melalui orang-orang yang “anti” terhadap beliau Rahimahullah.  Wallahu A’lam
Pernyataan: QUM ? Cape deeeh !!!!!!!! (081382227222 Tgl 18 Januari 2010)
Tanggapan: Semoga keletihan anda menjadi ibadah di hadapan Allah, Amin. Barangkali keletihan anda itu akibat komentar kami terhadap pikiran atau (maaf) kelakuan madzhab yang anda anut, kami dengan rendah hati memohon maaf. Tetapi zinkanlah kami juga mengusulkan kepada anda dua hal.
Pertama, beritahukan kepada teman taman anda dari kalangan Wahhabi agar menghentikan provokasi terhadap kaum Muslimin karena cepat atau lambat masyarakat akan kehilangan kesabarannya. Kami khawatir bila kata sesalan atau kekcewaan mereka suatu hari berubah menjadi tindakan yang tidak menggembirakan siapa pun. Sungguh mereka sudah cukup bersabar bertahun tahun dihinakan amaliahnya, mereka disesatkan, dibid’ahkan bahkan dimusyrikkan. Tahukah anda bahwa apa yang mereka lakukan tak lebih dari sekedar mengikuti pendapat mayoritas Ulama?. Mereka tidak menuntut agar para tokoh Wahhabi mengembalikan bangunan Masjid As Sayyid Ali Al ‘Uraidhi, cucu Rasulullah SAW. Mereka tidak meminta agar bukit Uhud serta Masjid Sayyidina Hamzah dikembalikan apa adanya walaupun sejatinya hati mereka kecewa. Mereka pun tidak pernah menuntut agar mereka mengembalikan keberadaan tempat kelahiran Nabi sebagaimana adanya sebelum Negara direbut oleh Kerajan keluarga Saud ?. bahkan mereka pun tidak berdemo di depan Ka’bah ketika – entah apa dalihnya – Kerajaan keluarga Saud itu menutup Sumur Zamzam. Adakah luka hati Ummat Islam akan dilanjutkan di negeri yang kita cintai ini?. Bila teman teman Wahhabi menghentikan sikap arogannya, Insya Allah kami juga akan berhenti menulsi tentang mereka. Tetapi selama mereka masih terus menghujat amaliah kaum Muslimin Indonesia, Insya Allah kami akan memberikan klarifikasi melalui media tulisan ini agar saudara saudara kami tahu jalan sebenarnya. Kesemuanya itu agar tidak ada yang terluka dan bila terluka, biarlah kami yang mengobatinya meskipun hanya berupa “ramuan tradisional”.
Kedua, balajarlah untuk bersikap bijaksana dengan cara banyak membaca. Pelajarilah madzhab madzhab lain agar pikiran anda menjadi jernih dan dada anda semakin lapang. Masuklah ke Perpustakaan besar, jumpailah para Ulamanya. Jangan hanya bertemu orang-orang yang membatasi bacaannya dengan buku-buku Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Al Albani, Bin Baz, Utsaimin, Baklar Abu Zaid, At Tuwaijiri, As Sa’di, Al Jibrin, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i dan kelompoknya. Bacalah pula karya karya Hasan Al Banna, Yusuf Al Qaradhawi, Sayyid Qutub, Sa’id Hawwa dan komunitasnya. Jangan ketinggalan pula anda mambaca karya karya Syekh Muhammad Zahid Al Kautsari, Syekh Maulana Zakariyya Al Kandahlawi, Syekh Mahmud Syaltut, Syekh Ali Jum’ah, Al Hafizh Abdullah Al Harari, Syekh Muhammad Shiddiq Al Ghumari, Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki, Habib Muhdhar serta para Ulama yang sejalan dengan mereka. Ikhlaskan hati anda untuk menerima bimbingan para Ulama Shalihin tadi.  Bila ternyata ada di antara kita – maaf bukan anda – yang kurang memahami kitab kitab berbahasa Arab, silahkan membaca buku-buku Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Hartono Ahmad Jaiz, Adian Husaini dari kelompok Wahhabi, tetapi bacalah pula buku-buku karya KH Siradjuddin Abbas, KH Muhammad Syafi’i Hadzami, KH Ali Maksum, KH Bisyri Mustofa, KH Muhyiddin Abdus Shomad dan lainnya dari kalangan  Asy’ariyah. Setelah anda membaca semuanya, mohonlah petunjuk kepada Allah agar Dia membimbing anda menemukan jalan kebenaran serta arah keselamatan. Dengan cara ini, Insya Allah anda menjadi orang yang bijaksana tidak tenggelam dalam madzhab uring-uringan menjajakkan “Bid’ah” dan “Sesat” ke sana kemari. Wama Taufiqi Illa Billah.
Pernyataan: “.........Hal  ini karena telah menjadi ketetapan para Imam Salafush Sholeh bahwa setiap pendapat dan perbuatan manusia harus ditimbang dengan Nash (Al Qur’an & Sunnah) & Ijma’. Siapapun yang sesuai dengan Nash & Ijma’ maka diterima darinya dan yang bertentangan dengan salah satu dari keduanya, maka harus ditolak ! hatta pendapat dari  Imam Ibnu Qayyim sendiri atau Imam Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Ibnu Hajar, An Nawawi, Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Nashiruddin Al Albani, Utsaimin, Bin Baz, KH Ali Yafie, KH Sahal mahfuzh, Guru Besar Prof DR Quraish Shihab, Prof KH Ali Musthofa dll. Bagaimana jika pendapat dan perbuatan itu dari seorang KH Syarif Rhm..?. Wallohu A’lam ((081382227222 tgl 18 januari 2010).
Tanggapan: Anda benar., semua yang anda sebutkan namanya tidak wajib diikuti manakala menyalahi Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’ Ulama, apalagi yang namanya disebut terakhir. Tapi bagaimana dengan pernyataan Al Imam Abdul Wahhab Asy Sya’rani yang mengatakan:
وَاَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ سَلَفًا وَخَلَفًا عَلَى اسْتِحْبَابِ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى جَمَاعَةً فِي الْمَسَاجِدِ وَغَيْرِهَا مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ اِلَّا اِنْ شَوَّسَ ذِكْرُهُمْ باِلذِّكْرِ عَلَى نَائِمٍ اَوْ مُصَلٍّ اَوْ قَارِئٍ اَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مُقَرَّرٌ فِيْ كُتُبِ الْفِقْهِ.
Artinya: Para Ulama Salaf maupun Khalaf telah Ijma’ (konsensus) atas Sunnahnya Dzikrullah secara berjama’ah baik di Masjid Masjid ataupun lainnya tanpa ada seorang pun yang mengingkarinya, kecuali jika dengan dzikirnya itu mereka mengganggu orang yang tidur, orang yang shalat atau orang yang sedang membaca Al Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab Fiqh. (Kitab Al Anwar Al Qudsiyah halaman 31).
Semoga Allah menganugerahi kita semua pengetahun dan kebijaksanaan. Allahumma Amin.
H. Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar