KOMITMEN KEISLAMAN
DALAM BINGKAI KEBANGSAAN
Ada dua program besar dicanangkan Rasulullah SAW ketika
hendak membangun Negara besar bernama Madinah.
Pertama, Meneguhkan Ukhuwwah Islamiyah
Pekerjaan berat pertama yang dilakukan Rasulullah SAW mencanangkan apa yang kemudian hari dikenal
dengan sebutan “Yaum Al Ikha”, hari persaudaraan. Pada hari itu beliau
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin
dan Anshar dalam ikatan
keyakinan. Dengan cara ini hilanglah sekat sekat yang seringkali menimbulkan
konflik di tengah masyarakat yaitu istilah pribumi dan pendatang dan berubah
menjadi ikatan berdasarkan keyakinan. Saking kuatnya persaudaraan mereka sampai
sampai salah seorang penduduk Madinah asli, Sa’ad Ibn Rabi’ Al Anshari berkata
kepada saudara baru mereka dari Mekah Abdurrahman bin ‘Auf: “Hai saudaraku,
aku adalah orang terkaya di Madinah ini. Silahkan engkau memilih dan mengambil
yang engkau suka dari hartaku. Dan aku memiliki dua orang istri. Jika engkau
menghendaki pilihlah salah satu yang engkau suka dari mereka agar aku
menceraikannya dan kelak engkau menikahinya”. Al Qur’an menceritakan
jalinan cinta kasih sejati itu dengan ungkapannya:
وَالَّذِينَ
تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الحشر:9)
Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin),
mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin),
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”
(Al Hasyr:9)
Perhatikan pula bagaimana api permusuhan antara kabilah
Aus dan Khazraj yang tak pernah padam sejak ratusan tahun, tiba tiba asapnya
pun tak lagi nampak karena seketika berubah menjadi sinar yang menerangi semua.
Berkaitan dengan ini Allah wanti wanti kepada mereka:
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ
مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال
عمران:103)
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah itu kamu menjadi orang-orang
yang bersaudara; dan dulu kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imran:103).
Kedua, membangun komitmen kebangsaan.
Adalah sebuah realitas bahwa negeri Madinah ketika itu
dihuni oleh berbagai kelompok manusia yang beragam suku bangsa, ras dan
keyakinan. Di sana hidup para penganut Yahudi, Nasrani dan kaum Musyrikin
ditambah kaum Muslimin yang merupakan generasi terbaru ketika itu. Menghadapi
keragaman ini Rasulullah SAW memandang perlu ada satu ikatan yang dapat
menjadikan Madinah sebuah negara berdaulat dan berwibawa. Oleh karena itu
beliau mengundang para pemimpin suku dan Agama untuk membuat peraturan bersama.
Hasil dari kesepakatan itulah yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Isi dari
piagam tersebut antara lain adalah kesepakatan antara kaum Muslimin dan kaum
Yahudi berupa:
·
Kebebasan memeluk Agama dan menjalankan ajarannya
sesuai keyakinan masing-masing.
·
Tidak saling mengganggu antar pemeluk agama.
·
Saling membela apabila di antara mereka ada yang
diserang musuh.
·
Bersama-sama memelihara Madinah dari ancaman yang
datang dari luar.
Peristiwa ini pun kemudian diceritakan Allah dalam Al
Qur’an:
وَإِذْ
أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ
أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (البقرة:84)
Artinya: “Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan
menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu
(saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan
memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya” (Al Baqarah:84).
Bahwa di kemudian hari kaum Yahudi diperangi oleh
Rasulullah SAW, itu karena mereka mengkhianati kesepakatan yang telah dibuat.
Itulah sebabnya Allah mengatakan:
ثُمَّ أَنْتُمْ
هَؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ
دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ
يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ
يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
تَعْمَلُونَ (البقرة:85)
Artinya: “Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu
(saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung
halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan
permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus
mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah kamu
beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”
(Al Baqarah:85).
Republik Indonesia merupakan negeri berpenduduk muslim
terbesar di dunia. Musibah terbesar yang tengah menimpa kaum ini adalah rusaknya
Ukhuwwah Islamiyah yang diakibatkan oleh munculnya berbagai macam gerakan dan
aliran serta campur tangannya orang orang awwam dalam persoalan keagamaan. Akibat
dari keteledoran ini telah jelas, hubungan sesama muslim rapuh dan ini
engakibatkan mereka selalu kalah dan dikalahkan dalam berbagai lini kehidupan. Kini
dunia ekonomi, politik, informasi dan teknologi berada di tangan selain mereka.
Oleh karena itu kedatangan tahun baru
1431 H hendaknya dijadikan titik awwal kaum Muslimin kembali menyadari
pentingnya merekatkan tali persaudaraan sesama mereka. Jalan terbaik menuju
tegaknya Ukhuwwah Islamiyah di Nusantara ini dengan tiga cara. Cara pertama,
dengan meyakini bahwa keislaman yang mereka anut dan madzhab yang mereka ikuti
saat ini adalah benar sehingga tidak membutuhkan lagi kehadiran madzhab madzhab
di luar yang ada. Cara kedua, setiap pengikut Organisasi yang “terlanjur” ada
harus menyadari bahwa perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan yang tidak
dapat dihindari. Karenanya sikap saling menghargai harus dikedepankan. Rasa
benar sendiri dan menisbatkan kesalahan kepada pihak lain telah terbukti ampuh
dipergunakan Syetan untuk merusak tali persaudaraan. Cara ketiga, hendaknya
kaum Muslimin memiliki agenda bersama yang dapat memberikan manfaat khusunya
bagi sesama Muslim dan umumnya kepada Ummat manusia sebagai perwujudan dari Rahmatan
Lil ‘alamin. Bagian ketiga ini tidak akan tercapai kecuali apabila mereka tidak
memiliki pemimpin tunggal yang menyatukan berbagai kelompok yang ada. Ummat
Islam memang memiliki banyak tokoh, tetapi bukan tokoh Islam melainkan tokoh
ORMAS.
Selanjutnya sebagai bagian integral dari sebuah bangsa,
kaum Muslimin pun harus menyadari keaneka ragaman yang menjadi bahan baku
Indonesia. Keragaman suku, bangsa, bahasa dan Agama bukanlah penghalang bagi
terjalinnya ikatan persaudaraan manusia dalam satu negara. Masing-masing
pemeluk agama dapat menjalankan agamanya, namun di saat yang sama mereka pun memiliki
kewajiban saling melindungi saudara sebangsanya demi terciptanya kesejahteraan
bagi semua. Adalah menarik bahwa mayoritas Ulama menfatwakan bolehnya
orang-orang Kafir memasuki Masjid kaum Muslimin sebagaimana mereka pun tidak
melarang kaum Muslimin memasuki tempat tempat ibadah agama lain selama tidak
terdapat patung-patung yang disembah secara aktif. Al Imam Al Qurtubi mengatakan (dalam Kitabnya Al
Jami’ Li Ahkam Al Qur’an Juz 8 halaman 255 dan juz 10 halaman 51) bahwa Shalat
di dalam Gereja Nasrani atau tempat ibadah orang Yahudi adalah sah selama
tempat tersebut bersih. Mereka berargumen antara lain dengan sebuah Hadis yang
diriwayatkan Al Bukhari dalam Shahihnya:
وَكَانَ ابْنُ
عَبَّاسٍ يُصَلِّى فِى الْبِيعَةِ إِلاَّ بِيعَةً فِيهَا تَمَاثِيلُ .
Artinya: “Ibnu
Abbas suka menunaikan Shalat di dalam tempat ibadah Yahudi kecuali yang di
dalamnya terdapat patung-patung” ((Lihat Shahih Al Bukhari dalam Bab Ash Shalah Fi Al
Bai’ah Juz 1 halaman 87).
Ini jangan difahami sebagai anjuran melakukan hal tersebut, sebab bagaimana pun
air sedikit bila kejatuhan najis dihukumi najis meski tidak berubah aroma, rasa
atau warnanya. Kaum Muslimin jangan pernah mengkhianati kesepakatan itu dengan
cara melukai saudara sebangsa mereka hanya karena kelainan Agama. Tetapi bila
suatu ketika penganut Agama lain melanggar kesepakatan, maka negara pun
berkewajiban memberikan sanksi kepada para pelakunya dengan pertimbangan demi
menjaga stabilitas serta menyelamatkan persatuan dan kesatuan.
Selamat tahun Baru 1431 Hijriyah. Semoga kita mampu meneguhkan
kembali Komitmen Keislaman Dalam Bingkai Kebangsaan demi tetap eksisnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hasbunallah Wani’mal Wakil.
H. Syarif Rahmat RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar