http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Selasa, 13 November 2012

KOMITMEN KEISLAMAN DALAM BINGKAI KEBANGSAAN

KOMITMEN KEISLAMAN
DALAM BINGKAI KEBANGSAAN
Ada dua program besar dicanangkan Rasulullah SAW ketika hendak membangun Negara besar bernama Madinah.
Pertama, Meneguhkan Ukhuwwah Islamiyah
Pekerjaan berat pertama yang dilakukan Rasulullah SAW  mencanangkan apa yang kemudian hari dikenal dengan sebutan “Yaum Al Ikha”,  hari persaudaraan. Pada hari itu beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin  dan Anshar  dalam ikatan keyakinan. Dengan cara ini hilanglah sekat sekat yang seringkali menimbulkan konflik di tengah masyarakat yaitu istilah pribumi dan pendatang dan berubah menjadi ikatan berdasarkan keyakinan. Saking kuatnya persaudaraan mereka sampai sampai salah seorang penduduk Madinah asli, Sa’ad Ibn Rabi’ Al Anshari berkata kepada saudara baru mereka dari Mekah Abdurrahman bin ‘Auf: “Hai saudaraku, aku adalah orang terkaya di Madinah ini. Silahkan engkau memilih dan mengambil yang engkau suka dari hartaku. Dan aku memiliki dua orang istri. Jika engkau menghendaki pilihlah salah satu yang engkau suka dari mereka agar aku menceraikannya dan kelak engkau menikahinya”. Al Qur’an menceritakan jalinan cinta kasih sejati  itu dengan ungkapannya:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الحشر:9)
Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (Al Hasyr:9)
Perhatikan pula bagaimana api permusuhan antara kabilah Aus dan Khazraj yang tak pernah padam sejak ratusan tahun, tiba tiba asapnya pun tak lagi nampak karena seketika berubah menjadi sinar yang menerangi semua. Berkaitan dengan ini Allah wanti wanti kepada mereka:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران:103)
Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah itu kamu menjadi orang-orang yang bersaudara; dan dulu kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imran:103).
Kedua, membangun komitmen kebangsaan.
Adalah sebuah realitas bahwa negeri Madinah ketika itu dihuni oleh berbagai kelompok manusia yang beragam suku bangsa, ras dan keyakinan. Di sana hidup para penganut Yahudi, Nasrani dan kaum Musyrikin ditambah kaum Muslimin yang merupakan generasi terbaru ketika itu. Menghadapi keragaman ini Rasulullah SAW memandang perlu ada satu ikatan yang dapat menjadikan Madinah sebuah negara berdaulat dan berwibawa. Oleh karena itu beliau mengundang para pemimpin suku dan Agama untuk membuat peraturan bersama. Hasil dari kesepakatan itulah yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Isi dari piagam tersebut antara lain adalah kesepakatan antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi berupa:
·         Kebebasan memeluk Agama dan menjalankan ajarannya sesuai keyakinan masing-masing.
·         Tidak saling mengganggu antar pemeluk agama.
·         Saling membela apabila di antara mereka ada yang diserang musuh.
·         Bersama-sama memelihara Madinah dari ancaman yang datang dari luar.
Peristiwa ini pun kemudian diceritakan Allah dalam Al Qur’an:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُونَ أَنْفُسَكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ ثُمَّ أَقْرَرْتُمْ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ (البقرة:84)
Artinya:  “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya” (Al Baqarah:84).
Bahwa di kemudian hari kaum Yahudi diperangi oleh Rasulullah SAW, itu karena mereka mengkhianati kesepakatan yang telah dibuat. Itulah sebabnya Allah mengatakan:
ثُمَّ أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تَقْتُلُونَ أَنْفُسَكُمْ وَتُخْرِجُونَ فَرِيقًا مِنْكُمْ مِنْ دِيَارِهِمْ تَظَاهَرُونَ عَلَيْهِمْ بِالْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَإِنْ يَأْتُوكُمْ أُسَارَى تُفَادُوهُمْ وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْكُمْ إِخْرَاجُهُمْ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (البقرة:85)
Artinya: “Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” (Al Baqarah:85).
Republik Indonesia merupakan negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Musibah terbesar yang tengah menimpa kaum ini adalah rusaknya Ukhuwwah Islamiyah yang diakibatkan oleh munculnya berbagai macam gerakan dan aliran serta campur tangannya orang orang awwam dalam persoalan keagamaan. Akibat dari keteledoran ini telah jelas, hubungan sesama muslim rapuh dan ini engakibatkan mereka selalu kalah dan dikalahkan dalam berbagai lini kehidupan. Kini dunia ekonomi, politik, informasi dan teknologi berada di tangan selain mereka. Oleh karena itu kedatangan tahun baru  1431 H hendaknya dijadikan titik awwal kaum Muslimin kembali menyadari pentingnya merekatkan tali persaudaraan sesama mereka. Jalan terbaik menuju tegaknya  Ukhuwwah Islamiyah di  Nusantara ini dengan tiga cara. Cara pertama, dengan meyakini bahwa keislaman yang mereka anut dan madzhab yang mereka ikuti saat ini adalah benar sehingga tidak membutuhkan lagi kehadiran madzhab madzhab di luar yang ada. Cara kedua, setiap pengikut Organisasi yang “terlanjur” ada harus menyadari bahwa perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Karenanya sikap saling menghargai harus dikedepankan. Rasa benar sendiri dan menisbatkan kesalahan kepada pihak lain telah terbukti ampuh dipergunakan Syetan untuk merusak tali persaudaraan. Cara ketiga, hendaknya kaum Muslimin memiliki agenda bersama yang dapat memberikan manfaat khusunya bagi sesama Muslim dan umumnya kepada Ummat manusia sebagai perwujudan dari Rahmatan Lil ‘alamin. Bagian ketiga ini tidak akan tercapai kecuali apabila mereka tidak memiliki pemimpin tunggal yang menyatukan berbagai kelompok yang ada. Ummat Islam memang memiliki banyak tokoh, tetapi bukan tokoh Islam melainkan tokoh ORMAS.
Selanjutnya sebagai bagian integral dari sebuah bangsa, kaum Muslimin pun harus menyadari keaneka ragaman yang menjadi bahan baku Indonesia. Keragaman suku, bangsa, bahasa dan Agama bukanlah penghalang bagi terjalinnya ikatan persaudaraan manusia dalam satu negara. Masing-masing pemeluk agama dapat menjalankan agamanya, namun  di saat yang sama mereka pun memiliki kewajiban saling melindungi saudara sebangsanya demi terciptanya kesejahteraan bagi semua. Adalah menarik bahwa mayoritas Ulama menfatwakan bolehnya orang-orang Kafir memasuki Masjid kaum Muslimin sebagaimana mereka pun tidak melarang kaum Muslimin memasuki tempat tempat ibadah agama lain selama tidak terdapat patung-patung yang disembah secara aktif.  Al Imam Al Qurtubi mengatakan (dalam Kitabnya Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an Juz 8 halaman 255 dan juz 10 halaman 51) bahwa Shalat di dalam Gereja Nasrani atau tempat ibadah orang Yahudi adalah sah selama tempat tersebut bersih. Mereka berargumen antara lain dengan sebuah Hadis yang diriwayatkan Al Bukhari dalam Shahihnya:
وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُصَلِّى فِى الْبِيعَةِ إِلاَّ بِيعَةً فِيهَا تَمَاثِيلُ .
Artinya: “Ibnu Abbas suka menunaikan Shalat di dalam tempat ibadah Yahudi kecuali yang di dalamnya terdapat patung-patung” ((Lihat Shahih Al Bukhari dalam Bab Ash Shalah Fi Al Bai’ah Juz 1 halaman 87).
Ini jangan difahami sebagai anjuran  melakukan hal tersebut, sebab bagaimana pun air sedikit bila kejatuhan najis dihukumi najis meski tidak berubah aroma, rasa atau warnanya. Kaum Muslimin jangan pernah mengkhianati kesepakatan itu dengan cara melukai saudara sebangsa mereka hanya karena kelainan Agama. Tetapi bila suatu ketika penganut Agama lain melanggar kesepakatan, maka negara pun berkewajiban memberikan sanksi kepada para pelakunya dengan pertimbangan demi menjaga stabilitas serta menyelamatkan persatuan dan kesatuan.
Selamat tahun Baru 1431 Hijriyah. Semoga kita mampu meneguhkan kembali Komitmen Keislaman Dalam Bingkai Kebangsaan demi tetap eksisnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hasbunallah Wani’mal Wakil.
H. Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar