Banyak
orang yang marah ketika Al Qur’an dicaci atau diselewengkan orang. Tetapi
sedikit orang yang membalas cacian dan penyelewengan itu dengan pengetahuan.
Kemarahan itu tidak salah dan memang pada tempatnya, tetapi akan lebih baik
bila ia menanggapinya dengan pengetahuan sehingga tidak mengesankan kelemahan.
Sesungguhnya
“tanda tanya” tentang kebenaran Al Qur’an terkadang terbersit pula dalam hati
sebagian orang beriman. Hal itu wajar mengingat luasnya cakupan ilmu dan
kandungan Al Qur’an. Di antara yang dapat menimbulkan persoalan adalah
keabsahan satu Qira’at. misalnya firman Allah:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (البقرة:10)
Artinya:
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. (Al
Baqarah: 10)
Sebagian
Qurra ada yang membaca akhir ayat ini dengan bertasydid sehingga bunyi
ayat dan terjemahnya berubah menjadi:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يُكَذِّبُونَ (البقرة:10)
Artinya:
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka mendustakan”. (Al
Baqarah: 10)
Kata
“berdusta” menurut Al Qur’an merupakan sifat orang-orang munafik sebagaimana
firman Allah:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ
لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ (المنافقون:1)
Artinya:
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah
mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui
bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta”. (Al Munafiqun: 1)
Sedangkan
kata “mendustakan” atau “mengingkari” merupakan sifat orang-orang Kafir
sebagaimana firman Allah:
بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُكَذِّبُونَ (الانشقاق:22)
Artinya: “Bahkan orang-orang
kafir itu mendustakan”. (Al
Insyiqaq: 22)
Ayat 10 surat Al Baqarah di atas
sesungguhnya sedang membicarakan sifat orang-orang munafik. Hal itu serasi jika
digunakan kata “Yakdzibun” sebagaimana Qira’at pertama. Tetapi bagaimana
dengan Qira’at yang membaca “Yukadzdzibun” sebab itu merupakan
sifat orang-orang Kafir? Bukankah hal itu menimbulkan ketimpangan? Subhanallah,
beberapa hari lalu kami mendapatkan petunjuk melalui bagian akhir dari paragraf tentang munafik ini, yaitu firman Allah:
أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ
وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آَذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (البقرة:19)
Artinya: “Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara) petir, sebab takut
akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir” (Al
Baqarah: 19)
Dengan ayat ini Allah hendak
mengatakan bahwa orang-orang munafik yang sedang dibicarakan mulai ayat 8 itu adalah
Kafir secara ideologis. Oleh karena itu penggunaan Qira’at “Yukadzdzibun”
tidak menyalahi konteks pembicaraan.
Orang-orang Nasrani seringkali mempergunakan
ayat-ayat Al Qur’an untuk mendakwahkan
ajarannya. Sebagaimana diketahui bahwa menurut ajaran mereka bahwa Nabi Isa AS
(mereka menyebutnya Yesus) mati di tiang Salib, dikuburkan dan bangkit pada
hari ketiga. Mereka lalu mempengaruhi ummat Islam agar mempercayai “Akidah” ini
dengan menggunakan firman Allah dalam Al Qur’an:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ
وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (مريم:33)
Artinya: “Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku mati dan pada
hari aku dibangkitkan hidup kembali". (Maryam: 33)
Padahal yang dituju dengan “bangkit hidup
kembali” dalam ayat ini adalah bangkit dan hidup di hari kiamat. Ini sebanding
dengan firman Allah tentang Nabi Yahya AS di surat yang sama:
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ
وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا (مريم:15)
Artinya: “Kesejahteraan atas
dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia mati dan pada hari ia
dibangkitkan hidup kembali”. (Maryam: 15)
Ayat ini sama persis isinya dengan
ayat tentang Nabi Isa AS. Nah, apakah orang-orang Kristen juga akan beranggapan
bahwa Nabi Yahya (mereka menyebutnya Yohannes) juga mengalami kebangkitan di dunia ini seperti Nabi Isa setelah
kematiannya? Jika tidak, maka begitulah juga dengan Nabi Isa AS, tidak pernah
disalib dan bangkit dari kuburnya. Adapun yang dituju dengan kebangkitan beliau
adalah pada hari kiamat kelak sebagaimana juga dengan nabi Yahya dan manusia lainnya.
Hasbunallah.
KH Syarif Rahmat RA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar