Kedua, Dalam sebuah Hadis disebutkan:
عن أبي أمامة قال قلت : يا رسول الله أي الدعاء أسمع قال جوف الليل الآخر ودبر الصلوات المكتوبات (رواه النسائي)
Artinya: Aku bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, do’a manakah
yang lebih didengar”?. Rasulullah SAW bersabda: “Do’a yang dipanjatkan
di penghujung malam terakhir dan di belakang Shalat Fardu” (HR An
Nasa’i)
Hadis ini dengan jelas menyatakan ditekankannya berdo’a selepas Shalat Fardu.
Ketiga, Rasulullah SAW sendiri biasa berdo’a setelah Shalat fardu.
عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي مَرْوَانَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ كَعْبًا حَلَفَ لَهُ
بِاللَّهِ الَّذِي فَلَقَ الْبَحْرَ لِمُوسَى إِنَّا لَنَجِدُ فِي
التَّوْرَاةِ أَنَّ دَاوُدَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ
لِي دِينِي الَّذِي جَعَلْتَهُ لِي عِصْمَةً وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ
الَّتِي جَعَلْتَ فِيهَا مَعَاشِي اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ
مِنْ سَخَطِكَ وَأَعُوذُ بِعَفْوِكَ مِنْ نِقْمَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ
لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا
يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ قَالَ وَحَدَّثَنِي كَعْبٌ أَنَّ
صُهَيْبًا حَدَّثَهُ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَقُولُهُنَّ عِنْدَ انْصِرَافِهِ مِنْ صَلَاتِهِ (رواه النسائي)
Artinya: Ka’ab bersumpah demi Dzat yang membelah lautan untuk Musa,
bahwa kami mendapatkan dalam Taurat yang menyatakan bahwa Nabiyullah
Dawud SAW itu apabila selesai dari menunaikan shalatnyqberdo’a,
“Allahumma ……………”. Dan Ka’ab pun membeirtahukan kepadaku bahwa Nabi
Muhammad SAW pun mengucapkan do’a tersebut ketika beliau selesai
menunaikan shalatnya”. (HR An Nasa’i)
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa setelah Shalat tidak perlu
berdo’a dan harus shalat sunnat langsung. Mereka mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan do’a di belakang Shalat – sebagaimana terdapat dalam
sejumlah Hadis – adalah di dalam Shalat sebelum Salam. Tetapi pendapat
ini dibantah oleh para Ulama termasuk Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqallani
Rahimahullah. Beliau mendasarkan pernyataannya itu kepada kitab Shahih
Al Bukhari, di mana dalam kitab tersebut Al Bukhari mencantumkan sebuah
bab dengan judul “باب الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلاَةِ.“ (Bab Berdo’a
setelah Shalat).
Al Hafizh antara lain mengatakan:
(قوله باب الدعاء بعد الصلاة) أَيْ اَلْمَكْتُوْبَةِ وَفِيْ هَذِهِ
التَّرْجَمَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ اَنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ
لَا يُشْرَعُ مُتَمَسِّكًا بِالْحَدِيثِ الَّذِيْ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
مِنْ رِوَايَةِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَائِشَةَ كَانَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا سَلَّمَ لَا يَثْبُتُ اِلَّا قَدْرَ
مَا يَقُوْلُ اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ
تَبَارَكْتَ يَاذَا الْجَلَالِ وَالْاِكْرَامِ وَالْجَوَابُ اَنَّ
الْمُرَادَ بِالنَّفْيِ الْمَذْكُوْرِ نَفْيُ اسْتِمْرَارِهِ جَالِسًا
عَلَى هَيْئَتِهِ قَبْلَ السَّلَامِ اِلَّا بِقَدْرِ اَنْ يَقُوْلَ مَا
ذُكِرَ فَقَدْ ثَبَتَ اَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى اَقْبَلَ عَلَى
اَصْحَابِهِ فَيُحْمَلُ مَا وَرَدَ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ
عَلَى اَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُهُ بَعْدَ اَنْ يُقْبِلَ بِوَجْهِهِ عَلَى
اضصْحَابِهِ
Artinya: Pernyataan Al Bukhari “Bab tentang berdo’a ba’da shalat” yakni
shalat fardu. Dalam pernyataan ini terkandung penolakan terhadap orang
yang berpendapat bahwa berdo’a setelah shalat itu tidak disyari’atkan
beralasan dengan sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari riwayat
Abdullah Al Haris bersumber dari Aisyah yang mengatakan bahwa Nabi SAW
itu apabila selesai dari shalatnya tidak tetap kecuali sekedar beliau
membaca “Allahumma Antas Salam...”. Jawabaannya adalah bahwa yang dituju
oleh penegasian tersebut adalah bahwa beliau tidak duduk seperti
sebelum salam kecuali sekedar apa yang beliau ucapkan itu.
Hal itu karena terdapat keterangan yang pasti bahwa beliau SAW itu
apabila selesai menunaikan shalat menghadapkan wajahnya kepada para
sahabatnya. Maka dalil yang mengatakan bahwa
karena terdapat keterangan yang pasti bahwa beliau SAW itu apabila
selesai menunaikan shalat menghadapkan wajahnya kepada para sahabatnya.
Maka dalil yang mengatakan bahwa beliau berdo’a setelah shalat adalah
setelah beliau menghadap kepada para sahabatnya.
Sebuah Hadis menyebutkan:
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، { أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ
دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك مِنْ الْبُخْلِ
وَأَعُوذُ بِك مِنْ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إلَى
أَرْذَلِ الْعُمُرِ ، وَأَعُوذُ بِك مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا ، وَأَعُوذُ
بِك مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ .
Artinya: Sa’ad bin Abi Waqash berkata: “Bahwasanya Rasulullah SAW itu
memohon perlindungan kepada Allah di belakang setiap Shalatnya: “Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kikir dan kikir, aku
berlindung kepada-Mu dari usia pikun, aku berlindung kepada-Mu dari
fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksaan kubur” (HR Al
Bukhari).
Berkenaan dengan ini Ash Shan’ani dalam Subulus Salam mengatakan:
قَوْلُهُ : دُبُرَ الصَّلَاةِ هُنَا ، وَفِي الْأَوَّلِ ، يُحْتَمَلُ
أَنَّهُ قَبْلَ الْخُرُوجِ ، لِأَنَّ دُبُرَ الْحَيَوَانِ مِنْهُ ،
وَعَلَيْهِ بَعْضُ أَئِمَّةِ الْحَدِيثِ ، وَيُحْتَمَلُ أَنَّهُ بَعْدَهَا
وَهُوَ أَقْرَبُ ؛ وَالْمُرَادُ بِالصَّلَاةِ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ
الْمَفْرُوضَةُ .
Artinya: “ucapannya “di belakang Shalat” pada Hadis ini dimungkinkan
maksudnya adalah sebelum keluar dari Shalat karena yang disebut dubur
binatang adalah bagian dari tubuhnya.
Oleh karenanya ada sebagian para Imam ahli Hadis ada yang berpendapat
seperti itu. Mungkin pula yang dimaksud adalah setelah selesai Shalat,
dan itu lebih dekat kepada kebenaran. Kata “Shalat” bila diitlakkan
maksudnya adalah shalat fardu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar