http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Sabtu, 29 Desember 2012

silahkan di nilai

Salah satu syarat sebuah hadis dianggap Shahih adalah bila para perawinya kredibel; adil dan sempurna hafalan.Namun kenyataannya dari puluhan ribu Rawi yang namanya tercantum dalam kitab-kitab Rijalul Hadis hanya sebagian kecil saja memenuhi syarat.Dan dari sebanyak itu pun hanya sebagian kecil Rawi yang disepakati kredibilitasnya, sementara yang diperselisihkan jauh lebih banyak jumlahnya. Maka,sesungguhnya  penetapankeabsahan suatu Hadis tidaklah cukup “hanya” dengan mengandalkan buku-buku Rijalul Hadis. Ada hal lain yang harus diperhatikan ketika hendak mengamalkan sebuah Hadis. Lembaran ini tidak cukup membahasnya. Oleh karena itu, para Ulama sepakat bahwa tashih dan tadh’if suatu Hadis merupakan hak para Hafizh sekelas Ibnu Hajar Al Asqallani, Ad Dimyathi, An Nawawi, Adz Dzahabi atau Jalaluddin As Suyuthi. Dan bila sebuah Hadis dishahihkan seorang Hafizh, tidak ada hak bagi orang awam menelitinya sebab hak mereka hanyalah “Taqlid” kepada Huffazh.Betapa tidak? Sebab kenyataannya tidak sedikit Ulama yang sudah diterima kredibilitasnya oleh kaum Muslimin bahkan telah diteladani perilakunya ternyata  dianggap tidak kredibel oleh para peneliti Hadis.
 
Sebagai misal adalah Al Imam Abu Hanifah Radhiyallahu Anhu. Pendiri madzhab Hanafi yang wafat pada tahun 150 Hijriyah ini dikatakan:
 
وَقَالَالنَّسَائِيُّاَلنُّعْمَانُبْنُثَابِتٍأَبُوْحَنِيْفَةَكُوْفِىٌّلَيْسَبِالْقَوِيِّثَنَااَحْمَدُبْنُحَفْصٍثَنَااَحْمَدُبْنُسَعِيْدٍالدَّارِمِيُّقَالَسَمِعْتُالنَّضْرَبْنَشُمَيْلٍيَقُوْلُكَانَأَبُوْحَنِيْفَةَمَتْرُوْكُالْحَدِيْثِلَيْسَبِثِقَةٍ (الكامل في ضعفاء اللرجال ج 9 ص 4)
 
Artinya:Dan An Nasa’I berkata: “An Nu’man bin Tsabit Abu Hanifahorang Kufah bukan Rawi yang kuat”.  Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hafsh, menceritakan kepada kami Ahmad bin Sa’id Ad Darimi, ia berkata: aku mendengar An Nadhr bin Syamil berkata: “Abu Hanifah itu seorang Rawi yang Matrukul Hadis (ditinggalkan Hadisnya) lagi tidak tsiqat” (Lihat Al Kamil Fi Dhu’afa Ar Rijal juz 9 halaman 4).
 
As Subki menceritakan dalam kitabnya Thabaqat asy Syafi’iyyah bahwa Yahya bin Ma’in mengatakan: “Imam Syafi’i itu tidak Tsiqat”. Para ahli Hadis mengatakan bahwa Al Imam Malik Faqih Darul Hijrah Madinah itu (tidak kredibel) sebab banyak meriwayatkan dari orang-orang yang diperbincangkan pribadinya”. Demikian juga paraahli hadis membicarakan Imam Ahmad bin Hanbal dan mereka mengatakan: “Ia meriwayatkan dari orang-orang seperti itu pula seperti Amir bin Abdillah bin Az Zubair”. Ibnu Ma’in berkata: “Ahmad bin Hanbal itu telah gila karena iameriwayatkan dari Amir” (Lihat kata pengantar Musnad Al Imam Zaid bin Ali, halaman 15).
 
Nah, apakah kita akan begitu saja menerima pernyataan tersebut di atas lalu menyimpulkan para Ulama panutan Ummat sedunia itu sebagai “orang-orang yang tidak patut diikuti”?Lalu bagaimana hadis-hadis yang diriwayatkan atau dinisbatkan kepada mereka, apakah juga akan dibuang semuanya? Apakah kita akan buang kitab Musnad Abi Hanifah, kitab Al Muwaththa karya Imam Malik, Musnad  Al Imam Asy Sayafi’i dan AlMusnadkarya Ahmad bin Hanbal?
 
Selanjutnya ketahuilah bahwa Al Qur’an yang ada dan paling banyak dibaca di dunia Islam hari ini adalah berdasarkan riwayat Al Imam Hafsh yang mengambilnya dari Al Imam Ashim.Tetapi tahukah kita bahwa Imam ini – menurut para peneliti Hadis – merupakan orang orang yang tidak kredibel? Perhatikan pernyataan Al Mizzi dalam TahdzibulKamal:
 
قَالَ أَبُوْ قُدَامَةَ السَّرْخَسِىُّوَ عُثْمَانُ بْنُ سَعِيْدٍ الدَّارِمِىُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ مَعِيْنٍ : لَيْسَ بِثِقَةٍ.وَ قَالَ عَلِىُّ ابْنُ الْمَدِيْنِىِّ : ضَعِيْفُ الْحَدِيْثِ ، وَ تَرَكْتُهُ عَلَى عَمْدٍ . وَقَالَ إِبْرَاهِيْمُ بْنُ يَعْقُوْبَ الْجَوْزُجَانِىُّ : قَدْ فَرَغَ مِنْهُ مِنْ دَهْرٍ .وَ قَالَ الْبُخَارِىُّ : تَرَكُوْهُ .وَ قَالَ مُسْلِمٌ : مَتْرُوْكٌ .وَ قَالَ النَّسَائِىُّ : لَيْسَ بِثِقَةٍ ، وَلَا يُكْتَبُ حَدِيْثُهُ . وَ قَالَ فِىْ مَوْضِعٍ آخَرَ : مَتْرُوْكٌ .وَقَالَ صَالِحُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبَغْدَادِىُّ : لَا يُكْتَبُ حَدِيْثُهُ ، وَ أَحَادِيْثُهُ كُلُّهَا مَنَاكِيْرُ .
 
Artinya: “Abu Qudamah As Sarkhasy dan Usman bin Sa’id Ad Darimi bersumber dari Ibnu Ma’in mengatakan:  “Hafsh itu tidak kredibel”. Ali Ibnul Madini berkata: “Hafsh adalah orang yang dha’ifhadisnya dan aku sengaja meninggalkannya”. Ibrahim bin Ya’qub Al Jauzujani berkata: Sudah sejak lama aku meninggalkannya”. Al Bukhari mengatakan: “Para Ulama Hadis meninggalkannya”. Muslim mengatakan: “Hafsh ditinggalkan hadisnya”. Berkata An Nasa’i: “Tidak kredibel dan tidak ditulis Hadisnya”. Dan pada kesempatan lain ia berkata: “Ditinggalkan Hadisnya”. Shalih bin Muhammad Al Baghdadi mengatakan: “Hadisnya tidak ditulis karena semua Hadisnya itu munkar….”.
 
Nah, apakah berbekal pernyataan ahli Hadis ini kitaakan meninggalkan Al Qur’an yang selama ini kita baca dengan alasan  pembawanya orang yang tidak dapat dipercaya periwayatannya? Setelah itu marilah kitamembaca kitab Hadis Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim;
 
عَنْإِبْرَاهِيمَعَنْعَلْقَمَةَقَالَدَخَلْتُفِىنَفَرٍمِنْأَصْحَابِعَبْدِاللَّهِالشَّأْمَفَسَمِعَبِنَاأَبُوالدَّرْدَاءِفَأَتَانَافَقَالَأَفِيكُمْمَنْيَقْرَأُفَقُلْنَانَعَمْ . قَالَفَأَيُّكُمْأَقْرَأُفَأَشَارُواإِلَىَّفَقَالَاقْرَأْ . فَقَرَأْتُ ( وَاللَّيْلِإِذَايَغْشَى * وَالنَّهَارِإِذَاتَجَلَّى * وَالذَّكَرِوَالأُنْثَى ) .قَالَأَنْتَسَمِعْتَهَامِنْفِىصَاحِبِكَقُلْتُنَعَمْ . قَالَوَأَنَاسَمِعْتُهَامِنْفِىالنَّبِىِّ - صلىاللهعليهوسلم - وَهَؤُلاَءِيَأْبَوْنَعَلَيْنَا .(رواه البخاري ومسلم)
 
Artinya: Ibrahim bin Alqamah berkata: aku masuk ke dalam rombongan Abdullah di Syam. Ketika itu Abud Darda mendengar ada di antara kami yang membaca Al Qur’an. Kemudian ia menghampiri kami dan mengatakan: “Apakah di antara kalian ada yang bisa membaca ?”Kami katakana: “Ya, ada”. Ia mengakatan lagi: “Siapa yang bisa membaca?”.Orang-orang menunjuk kepadaku.Lalu aku pun membaca “Wallaili Idza Yaghsya.Wannahari idza tajalla.Wadz Dzakari Wal untsa”. Abud darda berkata: “Engkau mendengarnya dari mulut sahabatmu?” aku katakan:”Ya”. Abud Darda kemudian mengatakan: “Akupun mendengranya dari mulut nabi SAWseperti itu”. Tapi orang-orang tidak suka kepada kami” (HR Al Bukhari dan Muslim).
 
Hadis ini adalah Shahih tidak ada persoalan. Isinya menyebutkan bahwa pada surat Al Lail ayat 3 itu  berbunyi : “Wadz Dzakari Wal Untsa”(وَالذَّكَرِوَالأُنْثَى) padahal pada Mushaf Al Qur’an yang kita baca setiap hari – yang bersumber dari riwayat Hafsh tertulis “Wama Khalaqadz Dzakara Wal Untsa” (وَمَاخَلَقَالذَّكَرَوَالْأُنْثَى). Kita telah kemukakan bahwa Hafsh itu Rawi yang tidak kredibel bahkan ditolak periwayatannya.Itu berarti Al Qur’an yang kita baca adalah berasal dari riwayat yang dha’if bahkan mendekati palsu. Nah, apakah setelah ini semua kita akan segera mencetak ulang Mushaf Al Qur’an kita denganmenukar ayat versi Hafsh ini dengan versi Al Bukhari?
 
Kami tidak akan membahas tentang Qira’at lain yang para Imamnya juga dinyatakan tidak kredibel oleh para Ahli Hadis. Masalah kita sangat sederhana; apakah –karena para pembawa Qira’at itu orang-orang tidak kredibel– lantas bacaan Al Qur’an mereka kita tinggalkan dan mengoreksinya dengan keterangan para penyusun kitab Hadis?
 
Hal lain yang patut kita renungkan adalah bahwa Agama Islam sudah berjalan dan diamalkan oleh ratusan ribu orang sebelum lahirnya Imam Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Majah. Kitab-kitab Fiqh yang menerangkan tatacara beribadah telah disusun berdasarkan praktek yang diwarisi dari generasi ke generasi.Barangsiapa membaca kitab-kitab Fiqh yang besar akan mengetahui bahwa apa yang dituliskan atau diajarkan para Imam Madzhab itu tak lebih dari sekedar menjelaskan apa yang diterimanya dari para gurunya yang menerima dari gurunya pula terus bersambung hingga Rasulullah SAW, serta yang disaksikannya sepanjang hidupnya. Demikian pula perbedaan pendapat para Ulama, pada umumnya merupakan warisan dari generasi sebelumnya.Apakah kita akan meninggalkan apa yang telah dilakukan oleh ratusan ribu orang dari generasi ke generasi hanya “gara-gara” membaca sebuah laporan yang dibawa satu-dua orang? Ataukah kita akan menolak laporan itu dengan alasan bertentangan dengan kenyataan yang sudah ada sejak zaman awwal?Silahkan renungkan baik-baik semoga Allah membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya, amin.Wallahu A’lam.
 
KH Syarif Rahmat RA, SQ, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar