http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Sabtu, 29 Desember 2012

dari sini mulanya


وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (النور:31)
 
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman; "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (An Nur: 31).
 
Dalam ayat ini jelas Allah melarang kaum wanita Islam “memperlihatkan perhiasan”. Yang dimaksud dengan perhiasan tentu saja perhiasan yang menempel di badan, bukan badan itu sendiri. Tetapi sebagian orang memaknai kata “perhiasan” di sini dengan Aurat padahal aurat dan perhiasan jauh artinya.  Seharusnya sampai di sini sang “Mufassir” sudah diingatkan bahwa mereka telah berbelok arah dari ayat. Tetapi karena hingga kalimat ini tidak ada yang menegur, maka kesalahan itu berlanjut hingga keluarlah fatwa yang mengatakan bahwa “Seluruh tubuh wanita   termasuk wajahnya adalah aurat”.
 
Kemudian ayat ini juga mengkategorikan perhiasan itu ke dalam dua jenis; perhiasan luar dan perhiasan bagian dalam. Yang dimaksud dengan “perhiasan luar” pun tentu saja perhiasan yang biasa dipergunakan pada badan yang lazimnya (atau menurut ketentuan Syari’at) tidak ditutupi pakaian. Dan yang dimaksud dengan “perhiasan dalam” tentu saja perhiasan yang berada pada bagian tubuh yang tertutup pakaian. Dari sini saja sudah dapat diketahui bahwa tidak semua tubuh wanita itu wajib ditutupi. Dari dua kriteria perhiasan ini kemudian dibuat ketentuan; perhiasan luar boleh dilihat, perhiasan dalam tidak boleh dilihat. Bahkan gelang kaki pun tidak dibenarkan dihentakkan bila dimaksudkan dengan itu untuk “memberi tahu” orang bahwa di kakinya ada perhiasan. Demikian jelas ketentuan ini, mungkin masalahnya adalah apa saja yang dapat dikategorikan dengan “perhiasan luar” dan ada pula “perhiasan dalam”. Akan tetapi karena –  itu tadi – arti perhiasan sudah terlanjur  di-“aurat”-kan, maka tak ada kata lain kecuali mengatakan “kaum wanita wajib menutup wajahnya”. Padahal sekiranya arti yang asli dibiarkan, maka pikiran seperti ini sedikit pun tidak akan mengemuka.
 
Ketahuilah bahwa Syari’at telah menetapkan bahwa sebuah perhiasan dinyatakan sebagai perhiasan luar bila berada di tubuh yang diperkenankan – oleh Syari’at – untuk tidak ditutupi karena memang bukan aurat. Sebaliknya sebuah perhiasan dinyatakan sebagai perhiasan dalam manakala menempel di tubuh yang menurut ketentuan Syari’at harus ditutupi karena termasuk aurat. Dan sebenarnya sekiranya seluruh tubuh wanita itu aurat, maka tidak dibutuhkan ayat sedemikian panjang dan peraturan sedemikian rinci. Cukup saja Allah berfirman atau Nabi SAW bersabda “Wanita itu aurat”. Tetapi nyatanya nash yang menyebutkan demikian itu tidak ada.
 
Seharusnya manakala kita menyaksikan pembelokan terhadap dalil, secepat mungkin dihentikan sebelum terlalu jauh berjalan. Wallahu A’lam.
 
 
KH Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar