Pernyataan: “Kebenaran itu
milik Allah (QS 2 ayat 147), bukan milik orang Mekah atau orang manapun.
Kebenaran bukan pula milik orang banyak. Bahkan Allah berfirman bahwa orang
banyak itu menyesatkan menggunakan belaka dan pembohong (lihat QS 6 ayat 116).
Beribadah itu berdasarkan dalil Al Qur’an dan Hadis, bukan berdasarkan orang
Mekah atau orang banyak” (SMS 08971499056 tgl 17-07-2012).
Pernyataan ini sekilas benar adanya akan tetapi jika
direnungkan mengan-dung bahaya yang sangat besar. Seleng-kapnya tanggapan kami
adalah sebagai berikut:
Pertama, pernyataan anda bahwa “kebenaran itu milik Allah” adalah tidak
tepat sebab seharusnya “kebenaran itu dari Allah”. Untuk lebih jelasnya
perha-tikan firman Allah;
الْحَقُّمِنْرَبِّكَفَلَاتَكُونَنَّمِنَالْمُمْتَرِينَ
(البقرة:147)
Artinya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab
itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (Al Baqarah:
147).
Kata “milik” sangat berbeda denganKata “milik” sangat berbeda dengan “dari”, sebab kalau
milik hanya me-nunjukkan adanya sehingga akan timbul pemahaman kebenaran itu
ada di sisi Allah dan tidak ada kaitan de-ngan manusia. Sedangkan bila “dari”
menunjukkan kebenaran itu harus di-lakukan oleh manusia. Sekiranya ke-benaran
itu milik Allah, maka tidak ada keharusan manusia melakukannya.
Kedua,
anda menulisakan “QS 2” pa-dahal itu tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Hadis,
sebab yang dikenal dalam keduanya pada masa Rasulullah SAW dan Salaf adalah
nama Surat bukan nomor Surat. Sebagai contoh dalam Al Qur’an disebutkan;
وَلَقَدْآَتَيْنَاكَسَبْعًامِنَالْمَثَانِيوَالْقُرْآَنَالْعَظِيمَ (الحجر:87)
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah berikan
kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung” (Al
Hijr: 87).
Dalam sebuah Hadis disebutkan:
عَنْأَبِىمَسْعُودٍالْبَدْرِىِّ - رضىاللهعنه - قَالَقَالَرَسُولُاللَّهِ
- صلىاللهعليهوسلم - «الآيَتَانِمِنْآخِرِسُورَةِالْبَقَرَةِمَنْقَرَأَهُمَافِىلَيْلَةٍكَفَتَاهُ»
. (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Barangsiapa membaca dua ayat dari akhir Surat
Al Baqarah dalam satu malam, maka ia akan dicukupinya” (HR Al Bukhari dan
Muslim)
Di sini jelas Rasulullah SAW menyebut surat urutan
kedua itu dengan nama “Surat Al Baqarah”. Lalu mengapa anda menggunakan nomor
surat? Bukankah itu — sesuai dengan kaidah anda – berarti anda telah melakukan
bid’ah?
Ketiga,
berkenaan dengan ayat yang anda katakan sebagai “QS 6 ayat 116” – yang itu
adalah bid’ah sesuai kaidah anda karena
seharusnya “Surat Al An’am ayat 116” – baiklah kami cantumkan selengkapnya;
وَإِنْتُطِعْأَكْثَرَمَنْفِيالأرْضِيُضِلُّوكَعَنْسَبِيلِاللَّهِإِنْيَتَّبِعُونَإِلاالظَّنَّوَإِنْهُمْإِلايَخْرُصُونَ
(الانعام:116)
Artinya: “Dan jika kamu (Muhammad) menuruti
kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mere-ka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah me-ngikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”
(Al An`am: 116).
Pernyataan anda dalam menafsirkan ayat ini bahwa “Bahkan
Allah berfir-man bahwa orang banyak itu menye-satkan menggunakan belaka dan
pembohong” adalah menyesatkan ka-rena dua sebab;
Sebab pertama, ayat di atas ditujukan khusus kepada
Rasulullah SAW karena menggunakan lafazh Mufrad. Yang dituju dengan
“kebanyakan orang-orang yang di muka bumi”, adalah orang-orang Kafir. Membawa
dalil khusus kepada dalil umum tanpa Qarinah adalah kesesatan. Bagaimana
pula anda menggunakan ayat yang ditujukan kepada orang-orang Kafir sebagai
dalil bagi menuduh sesat mayoritas kaum Muslimin?
Sebab kedua, Rasulullah SAW sendiri telah menyatakan:
أخبرنايَزِيدُبْنُهَارُونَ،أخبرنابَقِيَّةُبْنُالْوَلِيدِ،أخبرنامُعَانُبْنُرِفَاعَةَالسَّلامِيُّ،عَنْأَبِيخَلَفٍالأَعْمَى،عَنْأَنَسِبْنِمَالْكٍ،قَالَ
:
قَالَرَسُولُاللهِ - صلىاللهعليهوسلم - :
إِنَّأُمَّتِيلَنْتَجْتَمِعَعَلَىضَلالَةٍ،فَإِذَارَأَيْتُمُالاخْتِلافَفَعَلَيْكُمْبِالسَّوَادِالأَعْظَمِ.
(رواه
ابن ماجة وعبد بن حميد)
Artinya: “Sesungguhnya ummatku tidak akan bersepakat
dalam kesesatan. Maka jika kalian menyaksikan perselisi-han, berpeganglah
kepada kelompok yang paling banyak jumlahnya” (HR Ibnu Majah dan Abd Ibn
Humaid).
Imam As Suyuthi Rahimahullah berkata:
(
اَلسَّوَادُالْأَعْظَمُ ) أَيْالْجَمَاعَةُالْكَثِيْرَةُ
. فَإِنَّاتِّفَاقَهُمْأَقْرَبُإِلَىالْإِجْمَاعِ .
قَالَالسُّيُوْطِيُّفِيْتَفْسِيْرِالسَّوَادِالْأَعْظَمِأَيْجَمَاعَةُالنَّاسِوَمُعْظَمُهُمْالَّذِيْنَيَجْتَمِعُوْنَعَلَىسُلُوْكِالْمَنْهَجِالْمُسْتَقِيْمِ
.
وَالْحَدِيْثُيَدُلُّعَلَىأَنَّهُيَنْبَغِيْالْعَمَلُبِقَوْلِالْجُمْهُوْرِ
Sebab ketiga, para Ulama sepakat bahwa Ijma’
(kesepakatan Ulama) menjadi hujjahsetelah Al Qur’an dan Hadis. Apakah
anda akan menyatakan sesat kepada para Ulama Madzhab karena mereka lebih
memilih sesuatu yang disepakati ketimbang orang perorang yang itu artinya mengu-tamakan
yang banyak dari yang sedikit?
Baiklah kita ikuti jalan pikiran anda bahwa mayoritas
manusia itu me-nyesatkan, lalu bagaimana pendapat anda tentang pemilihan Abu
Bakar ash Shiddiq yang ditentukan oleh suara terbanyak? Apakah seluruh sahabat
ketika itu tersesat? Bagai-mana pula pemilihan Utsman yang ditentukan oleh
suara terbanyak dalam Syura, apakah para sahabat yang memilihnya itu tersesat?
Bagai-mana pula menjadikan Shahih Al Bukhari dan Muslim sebagai rujukan utama
setelah Al Qur’an; apakah itu kesesatan karena merupakan penda-pat terbanyak?
Pemahaman seperti itulah yang membuka pintu bagi lahir-nya aliran-aliran
sempalan dalam Islam. Hasbunallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar