اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ (الحديد:20
Artinya: “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya
harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya
kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya dan kehidupan dunia ini
tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”
(Al Hadid: 20).
Dunia ibarat permainan belaka, mengasyikkan dan dapat membuat orang
celaka. Banyak yang terlena menikmatinya, hanya sedikit yang sadar akan
bahayanya. Sebesar apa pun biaya yang dikeluarkan dan semeriah apa pun
sebuah pertunjukan, ia akan berkesudahan. Hendaklah engkau bertanya
kepada diri; apa yang engkau hendak bawa pulang dari “pagelaran” itu?
Ataukah hanya penyesalan karena hanya dana yang engkau habiskan?
Berbahagialah orang yang “berdagang” di arena hiburan karena Saat
permainan itu berakhir ia akan memperoleh keuntungan. Sayang sekali
kebanyakan manusia memandang rendah pekerjaan ini dan menganggap rugi
karena tak menikmati sajian yang ditampilkan para pemain di panggung
itu. Nah, siapakah engkau di antara manusia yang keluar dari rumahnya
itu? Tak ada yang melarangmu menonton dan menikmati pertunjukan itu
karena memang panggung itu dibangun sebagai tontonan. Tetapi engkau
harus ingat, itu bukan acaramu, itu bukan programmu. Engkau adalah hamba
sahaya yang setiap saat dapat saja “dipanggil” majikanmu. Engkau tidak
tahu kapan Dia meminta laporan hasil pekerjaanmu. Apakah yang engkau
hujjahkan kepada Dia manakala engkau tak dapatmerampungkan tugasmu?
Bagaimana pula jika engkau dianggap hamba sahaya yang melarikan diri
dari Tuannya? Wahai diri yang lalai, sebagai hamba hendaklah engkau
ingat:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَمْلُوكًا لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ
وَمَنْ رَزَقْنَاهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنْفِقُ مِنْهُ سِرًّا
وَجَهْرًا هَلْ يَسْتَوُونَ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ (النحل:75)
Artinya: “Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang
dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang
Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari
rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu
sama? segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada
mengetahui” (An Nahl:75).
Perhatikan kalimat ”hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
bertindak terhadap sesuatupun..” dalam ayat ini. Itu ditujukan kepadamu.
Kalimat ini mengisyaratkan kedudukanmu sebagai hamba sahaya. Hamba
sahaya tak memiliki dirinya sendiri,tak berbuat sesuka dirinya sendiri,
tak berbuat sesuai seleranya sendiri. Yang dilakukannya adalah yang
diperintahkan tuannya dan yang diperbuatnya hanyalah yang dikehendaki
tuannya. Kini periksalah kembali kelakuanmu itu; adakah telah sesuai
dengan yang dikehendaki-Nya? Jika tidak, di manakah engkau dari
ucapanmu: “Hanya kepada Engkau kami menghambakan diri”?. Jika engkau
menoleh kiri dan kanan, di manakah ucapanmu: “Kuhadapkan wajahku kepada
Dia yang menciptakan langit dan bumi” yang tidak kurang dari lima kali
dalam sehari engkau katakan?.
Dunia adalah perhiasan yang sedap dipandang mata, namun acap kali
membuat buta. Benda-benda itu memang mahal harganya, namun tak patut
mengorbankan semua isi rumahmu untuk mendapatkannya. Berlomba orang
untuk meraih dan mengenakannya, padahal hanya badan muda yangdapat
mendampingi keindahannya , sebab kala tua, betapa pun mahalnya perhiasan
itu, tak memberi arti apa-apa. Lalu bagaiamana ketika engkau telah
berada pula di alam baka? Tahukah engkau bahwa seindah indah pakaian
kala itu adalah Taqwa?.
يَا بَنِي آَدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي
سَوْآَتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ
آَيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (الاعراف:26
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. Yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat” (Al A’raf:26).
Tak ada yang melarangmu menggunakan keindahan dunia. Tetapi dua hal
seharusnya engkau ingat kala menginginkannya. Pertama, dapatkah engkau
mensyukurinya. Dan yang kedua, adakah engkau tak akan lalai bila
mengenakannya?. Jadi persiapkanlah keduanya sebelum engkau memperoleh
dan memakainya.
Ya, dunia itu tak ubahnya pepohonan di pekarangan rumahmu. Dari benih
yang tersembunyi lalu nampak dan tumbuh membesar, berbunga dan berbuah.
Lambat laun daun-daunnya menguning yang disusul dengan kematian.
Begitulah dengan dirimu wahai diri yang lalai. Ingatkah engkau ketika
ditimang dan diayun, dituntun dan dibimbing untuk berjalan?. Kini engkau
telah menjadi dewasa dan berharga di hadapan sesama. Tetapi waspadalah,
ketika telah mencapai puncaknya, sesungguhnya perjalanan menurun ada di
depan mata.
Sebagaimana harta benda yang engkau miliki akan hancur, begitu pun
dirimu tak berbeda darinya. Lalu apa alasanmu mencintainya?.
Sesungguhnya perumpamaan ini dibuat agar manusia lebih berusaha
membekali diri dengan hal hal yang bermanfaat di akhiratnya karena
kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Juga agar mereka mampu
mengendalikan dirinya dalam segala keadaan yang melingkupinya. Bila
mendapat kesenangan tidak menjadi lalai dan bila mendapat kesusahan
tidak berputus asa.
Sedih dan gembira, suka dan duka, tak ada yang selamanya. Sebaliknya,
mereka yang diberi kemuliaan dapat berbagi dengan yang tak punya dan
mereka yang dirundung kesedihan dapat menahan diri dari berbuat nista.
Itulah sebabnya pada ayat-ayat berikut Allah berfirman:
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ
وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو
الْفَضْلِ الْعَظِيمِ . مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا
فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ
ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ. لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ
وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ (الحديد:21- 23
Artinya: “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari
Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan
bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa
di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu,
dan supaya kamu jangan terlalu gembira (lupa daratan) terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang
sombong lagi membanggakan diri” (Al Hadid: 21-23).
Seorang Ulama Sufi terkenal, Syekh Zainuddin Al Ma’bari Al Malibari,
dalam kitabnya Hidayatul Adzkiya Ila Thariqil Auliya, mengingatkan kita
dari cinta dunia ini:
وَمُحٍبُّ دُنْيًا قَائِلٌ اَيْنَ الطَّرِيْقُ * اَيْنَ الْخَلَاصُ كَمُسْكِرٍ شَرِبَ الطِّلَا
“Si pencinta dunia selalu bertanya tanya, “
Di manakah jalan dan di manakah keselamatan?.
tak ubahnya seperti orang mabuk yang mereguk minuman keras”.
Dunia bagai minuman keras yang telah membuat mabuk para peminumnya. Para
pemabuk itu tertawa-tawa, sedang orang yang sadar melihatnya sebagai
orang gila. Banyak orang salah terka hingga berakhir dengan derita. Hasbunallah.
KH Syarif Rahmat RA, SQ, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar