Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah (Sunni) dan Wahhabi sama dalam referensi. Selain Al Qur’an,
keduanya menggunakan kitab-kitab
Hadis semacam Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Kutubus Sittah dan lainnya. Sedangkan kaum Syi’ah berbeda, sebab kitab
Hadis mereka adalah Al Kafi, Al Istibshar, Man La Yahdhuruhul
Faqih dan lainnya.
Tetapi
dalam tradisi keislaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memiliki banyak kesamaan
dengan Syi’ah. Misalnya tradisi Dzikir berjama’ah, Ziarah Kubur, Tawassul,
Hadiah pahala dan istighatsah serta peringatan hari-hari besar Islam. Kaum Wahhabiyah
menganggap semua yang dikemukakan ini adalah Bid’ah. Demikian pula dalam bidang
Akidah, kedua madzhab ini ada persamaannya terutama tentang sifat Allah. Ahlus
Sunnah dan Syi’ah sepakat mengi’tikadkan bahwa Allah SWT tidak berada di satu
tempat. Sementara Wahhabi meyakini bahwa Allah itu bertempat tinggal di Arasy
di atas langit. Dari sinilah kemudian ada orang yang salah paham dengan
mengatakan bahwa kaum Muslimin Indonesia generasi awal adalah penganut Syi’ah.
Yang
membedakan antara Ahlus Sunnah Wal Jama;’ah dengan Wahhabiyah kaitannya dengan
referensi itu adalah pemahaman dan penafsirannya. Satu hadis bisa saja diterima
oleh keduanya, tetapi dalam menafsirkannya mereka berbeda. Pada umumnya Ahlus
Sunnah mengikuti apa yang disampaikan para Huffazh generasi sebelumnya karena
menurut mereka agama itu adalah warisan dan bukan hasil pemikiran apalagi
penemuan. Sedangkan Wahhabiyah memaknai Hadis sesuai kemampuannya, karena
menurut mereka manusia diberi kemampuan yang sama. Itu sebabnya meskipun sama
referensinya, Ahlus Sunnah dan Wahhabiyah banyak perbedaannya.
Yang
membedakan antara Ahlus Sunnah dengan Syi’ah adalah sumber pengambilan. Bagi Ahlus Sunnah, semua
sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang jujur yang dapat diambil riwayat atau
laporannya menyangkut Rasulullah SAW dan agama yang dibawanya. Sementara bagi
Syi’ah secara umum –kecuali beberapa orang saja– sahabat
Rasulullah SAW tidak dapat dipercaya. Bahkan tiga orang Khalifah pertama (Abu
Bakar, Umar bin Khattab serta Utsman bin Affan) adalah perampok kekuasaan yang
menjadi hak Ali bin Abi Thalib. Dikecualikan dalam hal ini adalah Syi’ah
Zaidiyah, karena Syi’ah ini masih menganggap Kekhilafahan Abu Bakar, Umar dan
Utsman sebagai Khilafah yang sah meskipun menurut mereka akan lebih baik kalau
Ali bin Abi Thalib yang jadi Khalifah
pertama. Adapun Syi’ah di Indonesia sepengetahuan kami tidak ada yang Zaidiyah.
Itu sebabnya dalam buku-buku
mereka penuh dengan caci maki terhadap para sahabat Rasulullah SAW terutama
tiga Khalifah pertama dan Abu Hurairah. Di mata Syi’ah yang dikomandani oleh
seorang pakar komunikasi dari Bandung itu, para sahabat tadi adalah manusia-manusia terkutuk yang nanti akan dibangkitkan
kembali pada masa Imam Mahdi (yang sekarang sedang menghilang) untuk dihakimi
dan diberi hukuman berat. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar