Gimana
dengan hadis putusnya amalan setelah wafat kecuali 3 hal di situ tidak
dijelaskan sedekah pada orang meninggal. karena
ada Ulama yang melarang sedekah terhadap orang yang meninggal dengan dalil hadis
tersebut.
memberikan sedekah dan
menghadiahkan pahalanya kepada orang yang telah meninggal dunia adalah Sunnah
berdasarkan Hadis:
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ رَجُلاً
قَالَ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - إِنَّ أُمِّى افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا ، وَأُرَاهَا
لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ ، أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ ، تَصَدَّقْ
عَنْهَا » .(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Aisyah menceritakan bahwa
ada seorang laki-laki yang datang menghadap Rasulullah SAW lalu bertanya:
“Wahai rasulullah, ibuku meninggal dunia tiba-tiba. Aku kira bila sempat
berbicara tentulah ia akan bersedekah. Apakah aku bersedekah atas nama dia?”.
Rasulullah SAW bersabda: “Ya, bersedekahlah atas namanya” (HR Al Bukhari dan
Muslim).
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ - رضى الله
عنهم - أَخَا بَنِى سَاعِدَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ ، فَأَتَى النَّبِىَّ
- صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا
غَائِبٌ عَنْهَا ، فَهَلْ يَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ
« نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
. (رواه البخاري)
Artinya: Bahwasanya Ibunda Sa’ad bin
Ubadah RA seorang keluarga Bani Sa’idah meninggal dunia ketika Sa’ad tidak ada
di tempat. Ia pun bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, ibuku
telah meninggal dunia pada saat aku tidak di sampingnya. Apakah ada sesuatu
yang dapat aku sedekahkan atas nama dia?” Rasulullah SAW bersabda: “Ya”. Sa’ad
berkata: “Aku persaksikan kepada engkau, sungguh aku punya sebidang kebun, kini
aku sedekahkan atas nama ibuku” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya berkenaan dengan Hadis
yang anda tanyakan, baiklah kita kutipkan selengkapnya:
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا مَاتَ
الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ».(رواه
مسلم)
Artinya: “Bila manusia meninggal
dunia, maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga amal, yaitu sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendo’akannya” (HR Muslim).
Tentang Hadis ini baiklah kita
perhatikan:
Pertama, yang mengatakan “Terputusnya
amal manusia setelah kematiannya kecuali 3 perkara” adalah Rasulullah
SAW, yang mengatakan bahwa “Sedekah dapat sampai kepada orang yang telah
meninggal dunia” juga Rasulullah SAW. Adalah tidak mungkin Rasulullah
SAW mengucapkan kata-kata yang saling bertentangan antara satu dengan lainnya.
Yang mungkin terjadi adalah adanya manusia yang tidak tahu cara memahami
keduanya atau hanya tahu salah satunya lalu menyimpulkannya.
Kedua, Bagi yang membacanya dengan
sabar dan tekun niscaya akan mengetahui bahwa yang dikatakan “Terputus” alias
“tidak bertambah” adalah amalan dia sendiri. Kalimat In qatha’a amaluhu
artinya adalah “Terputus amal orang yang mati”. Jadi, orang mati tidak lagi
mendapatkan pahala dari pekerjaannya sendiri. Selanjutnya Rasulullah SAW
mengecualikan tiga hal sebagaimana bagian belakang Hadis. Yang 3 perkara itu
adalah amal dia sendiri yang meskipun sudah meninggal dunia masih mendatangkan
pahala. Jadi, Hadis ini tidak ada kaitan dengan orang lain.
Ketiga, Adapun amaliah orang lain adalah sebagaimana
disebutkan dalam Hadis sedekah di atas. Sekiranya orang lain tidak dapat
memberikan manfaat kepada si mayit, maka semua do’a, istighfar dan
shalat jenazah tidak ada manfaatnya untuk orang yang telah meninggal dunia.
Inilah ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Sedangkan apa yang anda kutip
itu adalah ajaran aliran Muktazilah. Wallahu A’lam.
KH Syarif Rahmat RA, SQ, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar