http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Minggu, 02 Desember 2012

KETIKA RASULULLAH SAW BERZIARAH

Teman-teman kami Jama’ah Masjid Al Muhajirin Cimone Mas Permai Tangerang menanyakan apakah Rasulullah SAW pernah ziarah ke Makam ibunya sebab menurut keterangan ibunda beliau itu wafat dalam keadaan Kafir. Berikut yang kami tahu. Semoga bermanfaat.

Al Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ. )رواه مسلم (

Artinya: Nabi Muhammad SAW berziarah ke makam ibunya lalu menangis yang menyebabkan orang-orang di sekelilingnya menangis pula. Lalu beliau bersabda: “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, tetapi tidak diizinkna. Dan aku memohon izin untuk mengunjungi kuburannya, maka Dia memberi izin kepadaku. Oleh karena itu berziarahlah sebab ziarah itu dapat mengingatkan kepada kematian”. (HR Muslim).

Hadis ini memberikan penjelasan bahwa:

Pertama, Rasulullah SAW berziarah ke makam ibundanya. Sebagaimana diketahui bahwa ibunda Rasulullah SAW itu bukanlah seorang Muslimah (setidaknya menurut yang dapat dipahami dari teks Hadis ini). Akan tetapi Allah mengizinkan beliau untuk menziarahinya. Ini menjadi landasan hukum bahwa berziarah ke kuburan orang Kafir tidaklah dilarang. Dengan demikian pertanyaan dari Al Muhajirin terjawab sudah. Semoga dianggap cukup.

Kedua, Rasulullah SAW pada kesempatan itu menganjurkan ummatnya untuk melakukan ziarah kubur karena merupakan alat untuk menyadarkan hati manusia akan datangnya kematian. Suatu amaliah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW disertai penyebutan hikmahnya menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah Sunnah. Apabila telah diketahui bahwa ziarah kubur itu merupakan keta’atan yang berhukum Sunnah, maka ketika seseorang bernadzar akan berziarah kubur, maka ia wajib memenuhinya ketika yang dinadzarinya itu tercapai. Ini berbeda dengan fatwa Ibnu Taimiyah yang melarang orang bernadzar untuk Ziarah ke kubur Rasulullah SAW. Menurutnya menyengaja Ziarah Kubur Rasulullah SAW hanya dibenarkan manakala disertai dengan Ziarah ke Masjid Nabawi. Memang sulit dibayangkan ada manusia yang datang menziarahi kubur Rasulullah SAW tetapi tidak memasuki Masjidnya, pun sebaliknya rasanya belum pernah ada manusia beriman yang sampai di Masjid Nabawi tidak dilanjutkan dengan Ziarah ke kubur beliau. Tetapi itulah jalan pikiran manusia terkadang tidak mudah kita mencernanya dan tidak tahu pula ke mana arahnya.

Ketiga, dalam Hadis disebutkan bahwa ketika berziarah kubur, Rasulullah SAW menangis bahkan tangisan beliau diikuti para sahabatnya. Ini menjadi dalil bahwa menangis di kuburan tidaklah dilarang. Kandungan ini sekaligus menolak fatwa Wahhabi yang melarang kaum Muslimin menangis di kuburan Rasulullah SAW dan peringatan bagi para polisi Kerajaan Keluarga Saud yang mengusir atau mencambuk para peziarah yang menangis di makam beliau.

Keempat, bahwa seorang Muslim dilarang memohonkan ampun bagi orang-orang Kafir. Dengan demikian ketika seorang Muslim berziarah ke kuburan yang bukan Muslim, haram hukumnya memohonkan ampun dan membacakan do’a untuknya. Al Qur’an menegaskan hal ini dalam rangkaian ayatnya:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ (التوبة:113-114)

Artinya: “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”. (At Taubah:113-114).

Pada ayat lain ditegaskan pula:

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (التوبة:84)

Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik” (At Taubah:84).

Demikian semoga bermanfaat khusunya bagi Jama’ah Masjid Al Muhajirin dan umumnya bagi kita semua, Amin. Wallahu A’lam.

H. Syarif Rahmat RA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar