http://malaysfreecommunities.webs.com/allah%20muhammad.JPG

Sabtu, 29 Desember 2012

bingung sendiri

Di antara kaum Muslimin ada yang beranggapan bahwa segala sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW adalah bid’ah, sesat dan masuk neraka. Tetapi dalam kenyataannya kelompok ini pun tidak selalu kompak dalam menetapkan kebid’ahan suatu amaliah meskipun sudah jelas tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Sebagai contoh adalah masalah:
1.       Makan dan minum di keluarga Mayit.
Dalam sebuah Hadis (mauquf) disebutkan:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنْ النِّيَاحَةِ (رواه احمد وابن ماجة)
Artinya: “Kami (para sahabat, pen) menganggap bahwa berkumpul ke keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburannya itu termasuk meratap” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadis ini secara sepintas mengesankan bahwa berkumpul di keluarga mayit atau menyantap hidangan baik makanan maupun minuman di keluarga mayit itu adalah haram karena termasuk meratap. Tetapi dalam kenyataannya di seluruh dunia pada umumnya kaum muslimin kalau berta’ziyah itu duduk dan mereguk air minum yang disediakan keluarga mayit. Lantas apakah yang mereka lakukan itu termasuk Bid’ah? Ternyata para Ulama yang mengatakan bahwa “Segala yang baru itu bid’ah” atau “segala yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW dan Salaf itu bid’ah” berbeda pendapat. Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Syekh Jibrin memperbolehkan. Syekh Bin Baz mengatakan:
اذا حضر المسلم وعزى اهل الميت فذلك مستحب لما فيه من الجبر لهم والتعزية. واذا شرب عندهم فنجان قهوة اوشاي او تطيب فلا بأس كعادة الناس مع زوارهم
Artinya: Apabila seorang Muslim datang dan berta’ziyah kepada keluarga mayit, itu adalah perbuatan disukai (sunnah) karena hal tersebut dapat menghibur dan menguatkan kepada keluarga mayit. Dan apabila ia minum segelas kopi atau teh atau hidangan, itu tidak apa-apa seperti kebiasaan manusia bersama orang-orang yang mengunjunginya”.
Adapun Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, muridnya, berpendapat lain. Ia mengatakan:
ان اجتماع اهل الميت لاستقبال المعزين هو ايضا من الامور التي لم تكن معروفة في عهد النبي صلى الله عليه وسلم حتى ان بعض العلماء قال انه بدعة. ولهذا لا نرى ان اهل الميت يجتمعون لتلقي العزاء بل يغلقون ابوابهم...
Artinya: Sesungguhnya berkumpulnya keluarga mayit untuk menyambut para pentakziyah, ini pun termasuk yang tidak dikenal pada masa Nabi SAW sehingga ada di antara Ulama yang mengatakan bahwa hal tersebut Bid’ah. Oleh karena itu kami berpendapat tidak sepatutnya keluarga mayit berkumpul untuk menerima para pentakziyah bahkan sebaiknya mereka menutup pintu-pintu rumah mereka…”.
2.       Memasang Garis Pada Sajadah
Telah diketahui bahwa Rasulullah SAW –apabila hendak Shalat– biasa menyuruh para sahabatnya untuk meluruskan Shaf. Dalam sebuah Hadis disebutkan:
 
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ.. (رواه مسلم)
Artinya: Rasulullah SAW itu biasa menepuk bahu kami ketika hendak Shalat seraya bersabda: “Luruskanlah dan jangan berselisih yang mengakibatkan berselisihnya hati kamu” (HR Muslim).
Tetapi hari ini hampir seluruh Masjid menggunakan karpet atau hambal yang dipasangi garis. Pemasangan garis tersebut diketahui tidak ada pada masa Rasulullah SAW sehingga dapat dikatakan sebagai Bid’ah. Tetapi bagaimanakah hukumnya membuat garis tersebut, para Ulama kelompok ini pun berbeda pendapat. Komisi Al Lajnah Ad Da’imah Kerajaan Saudi Arabia ditanya:
  ما حكم عمل خط على الحصير أو السجاد بالمسجد، نظرا إلى أن القبلة منحرفة قليلا بقصد انتظام الصف؟
Artinya: Bagaimana hukumnya membuat garis di karpet atau sajadah yang berada di dalam masjid mengingat arah kiblatnya sedikit agak melenceng dengan tujuan merapihkan Shaf ?
Komisi yang diketuai oleh Syekh Bin Baz itu menjawab:
ج: لا بأس بذلك وإن صلوا في مثل ذلك بلا خط فلا بأس؛ لأن الميل اليسير لا يضر. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Artinya: Itu tidak apa-apa. Dan andaikata pun mereka shalat dalam masjid yang melenceng seperti itu, pun tidak masalah karena melenceng sedikit tidak merusak (keabsahan Shalat). Wabillahit taufiq. Semoga Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW berserta keluarga dan sahabatnya.
Syekh Utsaimin mengatakan:
البدعة هي التعبد لله عز وجل بغير ما شرع. وعلى هذافالبدع لا تدخل في غير العبادات بل ما احدث من امور الدنيا ينظر فيه هل هو حلال ام حرام ولا يقال انه بدعة ..... ومن ذلك ما حدث اخيرا في مساجدنا من الفرش التي فيها خطوط من اجل اقامة الصفوف وتسويتها فان هذا وان كان حادثا ولكنه وسيلة لامر مشروع فيكون جاءزا او مسروعا لغيره
 
Artinya: yang namanya Bid’ah itu adalah beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan. Oleh karena itu maka bid’ah itu tidak masuk kepada selain ibadah. Segala sesuatu yang diada-adakan berkaitan dengan perkara dunia harus dilihat dulu apakah hal tersebut halal atau haram dan tidak dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah Bid’ah ........ Contohnya adalah perkara baru yang belakangan ini terjadi di masjid-masjid kita berupa pemasangan tikar yang ada garisnya untuk meluruskan dan menyamakan barisan. Hal tersebut – walaupun barang baru – akan tetapi merupakan sarana bagi sesuatu yang disyari’atkan, maka hukumnya adalah boleh atau disyari’atkan karena yang lainnya.
 
Tetapi Syekh Muhammad Nashiruddin Al Albani menfatwakan bahwa perbuatan tersebut adalah Bid’ah dan sesat. Beliau mengatakan:
 
هذه خطوط التي بدئت تنتشر في مساخد المسلمين منذ سنوات قليلة هذا يشبه اذانكم الموحد من حيث انه مخالف للشر......اذا الخط في المسجد او الخطوط في المساجد هذه يجب ان تكون بدعة ضلالة باجماع العلماء
Artinya: Garis-garis yang tersebar di masjid-masjid kaum Muslimin semanjak beberapa tahun belakangan ini tak ubahnya seperti Adzan yang dilakukan secara bersama-sama, sama menyalahi Syari’atnya …. Oleh karena itu garis yang ada dalam Masjid itu tak dapat tidak adalah Bid’ah menurut kesepakatan Ulama.
 
Lantas, bagaimanakah dengan kaidah yang mereka tetapkan “Segala yang tidak ada pada zaman Nabi atau Ulama Salaf adalah Bid’ah, sesat dan masuk Neraka” ?.  Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar