وَاَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ سَلَفًا وَخَلَفًا عَلَى اسْتِحْبَابِ الذِّكْرِ جَمَاعَةً فِي الْمَسَاجِدِ وَغَيْرِهَا.
Artinya:
“Para Ulama Salaf maupun Khalaf sepakat atas Sunnatnya dzikir
berjama’ah baik di dalam Masjid-masjid maupun di tempat lainnya”.
Demikianlah ungkapan Al Imam Asy Syekh Abdul Wahhab Asy Sya’rani dalam kitabnya Al Anwar Al Qudsiyah.
Pernyataan ini dipercaya dan diikuti kaum Muslimin seluruh dunia karena
yang mengucapkannya adalah seorang Ulama yang ahli di bidang
perbandingan Madzhab yang sangat mengetahui adanya kesepakatan dan
perbedaan di antara para Ulama. Tetapi dibagian lain ada pula sekelompok
Ulama – yaitu penganut Wahhabi – yang menganggap bahwa dzikir
berjama’ah itu Bid’ah. Sebagai misal adalah ucapan Syekh Abdul Aziz bin
Abdullah Bin Baz:
وَأَمَّا
أَدَاءُ هَذَا الذِّكْرِ جَمَاعَةً فَهَذَا بِدْعَةٌ؛ لِأَنَّ الرَّسُوْلَ
عليه الصلاة والسلام وَأَصْحَابَهُ لَمْ يَكُوْنُوْا يَفْعَلُوْنَ هَذَا،
بَلْ كُلُّ مُصَلِّيٍ يَقُوْلُ الذِّكْرَ وَحْدَهُ لَكِنَّهُمْ
يَجْهَرُوْنَ.
Artinya:
“Adapun mengerjakan dzikir tersebut secara berjama’ah adalah bid’ah
karena Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah mengerjakanya.
Setiap orang yang selesai Shalat berdzikir sendiri-sendiri tetapi dengan
suara keras” (Lihat Fatwa Wa Maqalat Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).
Lalu
manakah di antara keduanya yang benar?. Kalau kita membuka Al Qur’an
dan Kitab-Kitab Hadits kita akan menemukan beberapa dalil yang baik
secara jelas maupun isyarat menunjukkan terpujinya berdzikir secara
berjama’ah. Sebagai misal adalah firman Allah:
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ
ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (الكهف:28)
Artinya: “Dan
Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia
ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melewati batas” (Al Kahfi:28).
Ayat
ini dikomentari oleh seorang penulis Wahhabi dari Saudi Arabia Syekh
Abdul Aziz bin Abdullah Ar Rajihi dalam lembaran Da’wahnya yang dbagikan
kepada para Jama’ah Haji:
فَقَدْ
اَمَرَ اللهُ نَبِيَّهُ اَنْ يَجْلِسَ مَعَ الذَّاكِرِيْنَ لِلّهِ
الْحَامِدِيْنَ الْمُهَلِّلِيْنَ الْمُكَبِّرِيْنَ وَاَنْ يَُصْبِرَ
نَفْسَهُ مَعَ الْجُلُوْسِ مَعَهُمْ. وَهَذِهِ الْاَيَةُ نَزَلَتْ فِيْ
اَشْرَافِ قُرَيْشٍ حِيْنَ طَلَبُوْا مِنَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
اَنْ يَجْلِسَ مَعَهُمْ وَحْدَهُ وَلَا يُجَالِسَهُمْ بِضُعَفَاءِ
اَصْحَابِهِ كَبِلَالٍ وَعَمَّارٍ وَصُهَيْبٍ وَخَبَّابٍ وَابْنِ
مَسْعُوْدٍ فَنَهَاهُ اللهُ عَنْ ذَلِكَ.
Artinya:
Dalam ayat ini jelas Allah telah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar
duduk bersama orang-orang yang mengingat Allah yaitu orang-orang yang
bertahmid, bertahlil dan bertakbir dan agar supaya beliau menyabarkan
dirinya untuk tetap duduk bersama mereka. Ayat ini turun berkenaan
dengan para pemuka Quraisy ketika meminta kepada Nabi SAW agar beliau
duduk bersama mereka tanpa melibatkan para sahabatnya yang lemah-lemah
seperti Bilal, Ammar, Shuaib, Khabbab dan Ibnu Mas’ud, maka Allah
melarang beliau melakukannya. (Lihat Fadhl Majalis Adz Dzikr karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar Rajihi terbitan Markaz Khidmat Al Mutabarri’in Riyad Saudi Arabia).
لاَ
يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ
الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ. (رواه مسلم)
Artinya:
“Tidaklah satu kaum duduk berdzikir kepada Allah ‘Azza Wajalla’ kecuali
mereka akan diliputi oleh para Malaikat, dipenuhi rahmat Allah,
ketenangan akan turun kepada mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka di
hadapan (Malaikat) yang ada di hadapan-Nya” (HR Muslim).
Kalimat “Satu kaum duduk” menunjukkan dengan jelas bahwa mereka berjama’ah. Apakah kita akan menduga bahwa mereka sebagian berdzikir dan sebagian lain menonton?.
Dalam sebuah Hadits disebutkan:
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - «
إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوفُونَ فِى الطُّرُقِ ، يَلْتَمِسُونَ
أَهْلَ الذِّكْرِ ، فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ
تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ . قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ
بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا . قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ
رَبُّهُمْ وَهْوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِى قَالُوا
يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ ، وَيُكَبِّرُونَكَ ، وَيَحْمَدُونَكَ
وَيُمَجِّدُونَكَ .قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِى قَالَ فَيَقُولُونَ لاَ
وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ . قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِى قَالَ
يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً ، وَأَشَدَّ لَكَ
تَمْجِيدًا ، وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا . قَالَ يَقُولُ فَمَا
يَسْأَلُونِى قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ . قَالَ يَقُولُ وَهَلْ
رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا . قَالَ
يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ
أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا ، وَأَشَدَّ لَهَا
طَلَبًا ، وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً . قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ
قَالَ يَقُولُونَ مِنَ النَّارِ . قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ
يَقُولُونَ لاَ وَاللَّهِ مَا رَأَوْهَا . قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ
رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا
فِرَارًا ، وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً . قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ
أَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ . قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ
فِيهِمْ فُلاَنٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ . قَالَ هُمُ
الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ » . ) رواه البخاري (
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mempunyai beberapa orang Malaikat yang pekerjaannya
berkeliling di jalan-jalan mencari ahli dzikir. Apabila mereka
mendapatkan satu kaum yang sedang berdzikir kepada Allah, mereka
berseru: “Silahkan raih apa yang menjadi kebutuhan kalian”. Lalu mereka
menghamparkan sayapnya kepada para ahli dzikir itu hingga terbentang
sampai ke langit dunia. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka –
padahal Dia mengetahui tentang mereka: “Apakah yang dikatakan
hamba-hamba-Ku itu?”. Para Malaikat menjawab: “Mereka bertasbih,
bertakbir, bertahmid dan bertamyid (me-Mahasucikan Engkau,
me-Mahabesarkan Engkau, memuji Engkau dan menyanjung Engkau)”. Allah
bertanya lagi: “Adakah mereka melihat Aku?”. Kata Malaikat: “Mereka
tidak melihat-Mu”. Allah berfirman: “Bagaimanakah sekiranya mereka
melihat Aku?”. Malaikat menjawab: “Sekiranya mereka melihat Engkau
niscaya akan lebih bersemangat lagi memuji dan menyanjung-Mu serta akan
lebih banyak beribadah kepada-Mu”. Allah berfirman: “Apakah yang mereka
minta?”. kata Malaikat: “Mereka meminta Surga”. Allah berfirman: “Apakah
mereka melihatnya?”. Kata Malikat: “Tidak, mereka tidak melihatnya”.
Allah berfirman: “Bagaimanakah jika mereka melihatnya?”. Malaikat
berkata: “Sekiranmya mereka melihat Surga itu, niscaya mereka akan lebih
bersemangat lagi memintanya”. Allah berfirman: “Lalu dari apakah mereka
memohon perlindungan?”. Para Malaikat menjawab: “Mereka memohon
perlindungan dari api neraka”. Allah berfirman: “Adakah mereka
melihatnya?”. Malaikat menjawab: “Tidak, mereka tidak melihatnya”. Allah
befirman: “Bagaimanakah sekiranya mereka melihat neraka itu?”. Para
Malaikat menjawab: Sekiranya mereka melihatnya, niscaya mereka akan
lebih kuat berlari dan lebih takut kepadanya”. Allah kemudian berfirman:
“Wahai para Malaikat-Ku, saksikanlah, Aku kini telah mengampuni
dosa-dosa mereka”. Seorang Malaikat bertanya: “Ya Allah, di antara
mereka ada seseorang yang datang ke tempat itu hanya untuk satu
keperluan (tidak dzikir, pen)”. Allah berfirman: “Mereka adalah
teman-teman duduk yang siapa saja duduk bersamanya tidak akan merugi”
(HR Al Bukhari).
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَرَجَ مُعَاوِيَةُ عَلَى حَلْقَةٍ فِى
الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ
اللَّهَ.قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ قَالُوا
جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللَّهَ.قَالَ آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ
قَالُوا وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلاَّ ذَاكَ. قَالَ أَمَا إِنِّى لَمْ
أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَمَا كَانَ أَحَدٌ بِمَنْزِلَتِى مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَقَلَّ عَنْهُ حَدِيثًا مِنِّى
وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ
أَصْحَابِهِ فَقَالَ « مَا أَجْلَسَكُمْ ». قَالُوا جَلَسْنَا نَذْكُرُ
اللَّهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإِسْلاَمِ وَمَنَّ بِهِ
عَلَيْنَا. قَالَ « آللَّهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ ». قَالُوا
وَاللَّهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلاَّ ذَاكَ. قَالَ « أَمَا إِنِّى لَمْ
أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِى جِبْرِيلُ
فَأَخْبَرَنِى أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى بِكُمُ الْمَلاَئِكَةَ
». )رواه مسلم(
Artinya:
Mu’awiyah keluar mendapatkan sebuah riungan di dalam Masjid lalu
bertanya: “Apa yang mendorong kalian duduk berkumpul di sini?” Mereka
menjawab: “Kami berdzikir kepada Allah”. Mu’awiyah berkata lagi:
“Sungguhkah kalian berkumpul hanya untuk itu?”. Mereka menjawab: “Demi
Allah kami berkumpul hanya untuk itu”. Mu’awiyah berkata: “Sesungguhnya
aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh yang bukan-bukan. Dan
tidak ada seorangpun yang memiliki kedudukan serupa dengan aku di
hadapan Rasulullah SAW yang lebih sedikit Haditsnya dibandingkan aku.
Sungguh suatu ketika Rasulullah SAW keluar menemui para sahabatnya dalam
satu riungan lalu beliau bersabda: “Apa yang mendorong kalian duduk
berkumpul di sini?” Mereka menjawab: “Kami berdzikir kepada Allah”.
Rasulullah SAW bertanya lagi: “Sungguhkah kalian berkumpul hanya untuk
itu?”. Mereka menjawab: “Demi Allah kami berkumpul hanya untuk itu”.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku meminta kalian bersumpah bukan
karena menuduh yang bukan-bukan. Tetapi Jibril baru saja datang
kepadaku memberitahukan bahwa Allah ‘Azza Wajalla’ membanggakan kalian
di hadapan Malaikat-Nya” (HR Muslim).
Siapa
pun membaca dalil-dalil ini serta dalil-dalil lain semisal yang sangat
banyak dengan pikiran jernih dan bersih akan berkesimpulan bahwa dzikir
berjama’ah itu disyari’atkan. Itulah sebabnya para Ulama Ahlus Sunnah
seperti An Nawawi dan Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqallani serta lainnya
bersepakat bahwa berdzikir secara berjama’ah – baik selepas Shalat
maupun di kesempatan lainnya – adalah disyari’atkan atau disunnahkan.
bahwa ada di antara kita yang tidak suka dan menganggap hal itu bid’ah –
meskipun jelas salahnya – tidak perlu menjadi sarana permusuhan. Dan
mereka yang berstatus sebagai “pengikut” jangan sekali-kali memposisikan
diri sebagai Ulama. bagi orang-orang seperti ini lebih baik diam sambil
mengamalkan apa yang diikutinya. Bagi kaum Muslimin Indonesia karena
sejak dulu berdzikir berjama’ah setelah Shalat, lanjutkan saja tidak
perlu ragu-ragu hanya karena pendapat sekelompok orang yang mencelanya.
Kata pepatah “Anjing menggonggong kafilah berlalu”. Pun sebaliknya, bagi kaum Wahhabi tidak perlu berubah hanya karena orang-orang yang menudingnya. Hasbunallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar